LAPORAN STUDI LAPANGAN
BOTANI TUMBUHAN TIDAK BERPEMBULUH
“Pengamatan Jamur, Lichen, dan Lumut
di Taman Hutan Raya R. Soeryo Cangar Malang”
Dosen
Pembimbing:
Drs. Sulistijono, M.Si
Ainun
Nikmati Laily,M.Si
Oleh:
Kelompok 6
Rizki Rahmawati (13620045)
Nofadila Qurrota A’ayun (13620095)
Ahmad Rokhim (13620108)
Faizatul
Amanah (13620110)
Aida
Fitriah (13620126)
![]() |
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS
DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK
IBRAHIM
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Negara
Indonesia terkenal dengan sebutan Jambrut khatulistiwa, oleh sebab itu
tidak mengherankan jika Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman
hayati yang melimpah baik flora maupuan fauna.Beberapa keanekaragam flora yang
di miliki Indonesia adalah keanekaragaman Fungi, Lichens, dan Lumutnya.
Perkiraan menurut Hawksworth (1991), terdapat 1.500.000 spesies fungi di dunia
dan 200.000 spesies dari 1.500.000 spesies
tersebut terdapat di Indonesia (Gandjar,2006).
Selain
itu,berdasarkan data Herbarium Bogoriensis Bogor, Indonesia mempunyai 40.000
spesies lichens.Di Indonesia juga mempunyai 1500 spesies lumut dari 4000
spesies lumut yang terdapat di bumi. Fungi,Lichens dan Lumut dapat ditemukan di
tempat tempat yang masih terjaga kealamianya seperti hutan mengingat peranannya
sebagai indikator lingkungan.
Salah
satu tempat yang mempunyai spesies-spesies tersebut dengan keanekaragaman yang
cukup adalah Taman Hutan Raya (TAHURA) R. Soerjo Cangar. Taman Hutan Raya
(TAHURA) R. Soerjo Cangar adalah kawasan hutan yang terletak di Kota Batu Jawa
Timur pada ketinggian kurang lebih 1600 m di atas permukaan laut, merupakan kawasan konservasi dibawah naungan
Balai Taman Hutan Raya milik Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur terutama di
wilayah Batu yang masuk kawasan Cagar Alam. Dengan begitu banyak spesies
Fungi,Linchens dan lumut maka dirasa perlu untuk diadakanya studi lapangan guna
menambah wawasan kepada Mahasiswa Biologi Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang terhadap keaneakaragaman spesies Fungi,Lichens dan Lumut.
1.2 Tujuan
Tujuan kuliah kerja lapangan ini
adalah untuk mempelajari morfologi dan siklus hidup/reproduksi jamur, lichen,
dan lumut di Taman Hutan Raya R. Soeryo Cangar, Batu Malang.
1.3 Manfaat
Manfaat dari diadakannya penelitia
ini antara lain ;
1.
Sebagai pelengkap dalam memenuhi
perkuliahan, terutama mata kuliah Botani
Tumbuhan Tidak Berpembuluh (BTTB).
2.
Menambah wawasan mahasiswa terutama
mahasiswa biologi mengenai keanekaragaman Fungi,Lichens dan Lumut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Cangar
Pemandian air panas alami yang disebut dengan
“Cangar” ini, terletak sekitar 18 km dari pusat Kota Batu. Hutan yang hijau,
air panas alami, dan udara pegunungan yang sejuk siap menyambut siapa saja yang
singgah ke tempat ini. Perjalanan ke lokasi wisata inipun merupakan sebuah
perjalanan yang menyenangkan, karena meskipun harus melewati jalan sejauh 10 km
dari Junggo yang berkelok-kelok dan agak sempit, keindahan pemandangan di sepanjang
perjalanan akan membuat anda tidak merasakan jauhnya jarak yang harus ditempuh (Ekawatia Edawva, 2007).
Sumber mata air panas yang berasal dari Gunung
Welirang ini bersuhu sekitar 30 sampai dengan 40 derajat celcius. Aroma
belerang juga masih tercium meskipun tidak begitu pekat. Menurut kepercayaan
masyarakat setempat, air belerang ini sangat baik untuk menyembuhkan aneka
macam penyakit kulit. Dulu air panas ini ditampung dalam sebuah kolam yang
dipagari seadanya karena tempat ini belum begitu terkenal, namun sekarang, tiga
kolam renang besar siap menanti anda yang ingin berendam sambil bermain-main
dengan air hangat. Ruang untuk berganti pakaian juga sudah tersedia meskipun
jumlahnya tidak banyak (Ekawatia Edawva, 2007).
2.2
Jamur (Fumgi)
Fungi adalah mikroorganisme tidak berklorofil,
berbentuk hifa atau sel tunggal, eukariotik, berdinding sel dari kitin atau
selulosa, berproduksi seksual atau aseksual. Dalam dunia kehidupan fungi
merupakan kingdom tersendiri, karena cara mendapatkan makanannya berbeda dengan
organisme eukariotik lainnya yaitu melalui absorpsi (Gandjar, 1999).
Sebagian besar tubuh
fungi terdiri dari atas benang-benang yang disebut hifa, yang saling
berhubungan menjalin semacam jala yaitu miselium. Miselium dapat dibedakan atas
miselium vegetatif yang berfungsi meresap menyerap nutrient dari lingkungan ,
dan miselium fertile yang berfungsi dalam reproduksi. Fungi tingkat tinggi maupun tingkat rendah mempunyai cirri khas yaitu
berupa benang tunggal atau bercabang-cabang yang disebut hifa. Fungi dibedakan
menjadi dua golongan yaitu kapang dan khamir. Kapang merupakan fungi yang
berfilamen atau mempunyai miselium, sedangkan khamir merupakan fungi bersel
tunggal da tidak berfilamen (Medhy, 2013).
Fungi ada yang bersifat parasit dan ada pula
yang bersifat saprofit. Parasit apabila dalam memenuhi kebutuhan makanannya
dengan mengambil dari benda hidup yang ditumpanginya, sedangkan bersifat
saprofit apabila memperoleh makanan dari benda mati dan tidak merugikan benda
itu sendiri. Fungi dapat mensintesis protein dengan mengambil sumber karbon
dari karbohidrat (misalnya glukosa, sukrosa atau maltosa), sumber
nitrogen dari bahan organik atau anorganik, dan mineral dari substratnya. Ada
juga beberapa fungi yang dapat mensintesis vitamin-vitamin yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan biakan sendiri, tetapi ada juga yang tidak dapat
mensintesis sendiri sehingga harus mendapatkan dari substrat misalkan tiamin
dan biotin (Dwidjoseputro, 2005).
Fungi (jamur) merupakan kelompok organisme
eukariotik yang membentuk dunia jamur atau regnum. Fungi umumnya
multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri jamur berbeda dengan organisme lainnya
dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan dan reproduksinya. Struktur
tubuh jamur tergantung pada jenisnya. Tubuh jamur tersusun atas komponen dasar
yang disebut hifa. Hifa merupakan pembentuk jaringan yang disebut miselium.
Miselium yang menyusun jalinan-jalinan semua menjadi tubuh. Bentuk hifa
menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa. Dinding ini
menyelubungi membran plasma dan sitoplasma. Kebanyakan hifa dibatasi oleh
dinding melintang atau septa. Septa umumnya mempunyai pori besar yang cukup
untuk dilewati ribosom, mitokondria dan kadangkala inti sel yang mengalir dari
sel ke sel. Akan tetapi adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa sinostik.
Struktur hifa sinostik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang
tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma (Aqsha, 2013).
Baik jamur yang bersahaja maupun jamur yang tingkat
tinggi tubuhnya mempunyai ciri yang khas yaitu berupa benang tunggal
bercabang-cabang yang disebut miselium, atau berupa kumpulan benang-benang yang
padat menjadi satu. Hanya golongan ragi (sacharomycetes) itu tubuhnya berupa
sel-sel tunggal ciri kedua adalah jamur tidak mempunyai klorofil, sehingga
hidupnya terpaksa heterotrof. Sifat ini menguatkan pendapat, bahwa jamur itu
merupakan kelanjutan bakteri di dalam evolusi (Waluyo, 2005).
Golongan jamur mencakup lebih daripada 55.000
spesies, jumlah ini jauh melebihi jumlah spesies bakteri. Tentang
klasifikasinya belum ada ketentuan pendapat yang menyeluruh diantara para
sarjana taksonomi. Bakteri dan jamur merupakan golongan tumbuh-tumbuhan yang
tubuhnya tidak mempunyai diferensiasi, oleh karena itu disebut tumbuhan talus
(thallophyta), lengkapnya thallophyta yang tidak berklorofil. Ganggang adalah
thallophyta yang berklorofil (Waluyo, 2005).
Jamur adalah mikroorganisme eukariot
heterotrof, tidak dapat melakukan fotosintesis yang berkembang biak dengan spora
yang khas. Jamur dapat juga berkembang biak dengan aseksual maupun seksual.
Beberapa jamur merupakan organisme yang uniseluler, tetapi kebanyakan jamur
membentuk filamen yang merupakan sel vegetatif yang dikenal dengan sebutan
miselium. Miselium adalah kumpulan hifa atau filamen yang menyerupai tube.
Fungi juga dapat dideskripsi sebagai organiusme yang tidak berklorofil,
bersifat parasitik dan saprofitik, bersel tunggal atau banyak menyerupai
struktur vegetatif yang berupa filamen yang dilindungi oleh dinding sel yang
tersusun dari zat kitin atau polisakarida. Tumbuhan dan fungi memiliki dinding
sel, dinding sel ini yang membedakan fungi atau tumbuhan dengan sel hewan.
Karena sifat yang heterotrofik, hal yang berlawanan dengan sifat yang
autotrofik, maka fungi dikeluarkan dari dunia tumbuhan menjadi digolongkan
dalam dunia fungi tersendiri. Dalam mencerna makanannya, fungi memiliki
kemiripan dengan hewan. Fungi memproses cadangan makanannya dalam bentuk
glikogen seperti halnya yang terjadi pada hewan. Dinding sel fungi tersusun
dari zat kitin yaitu karbohidrat yang mengandung nitrogen, sementara tumbuhan
dinding selnya terbuat dari selulosa (Echa, 2013).
Jamur dibagi menjadi 2
yaitu khamir (Yeast) dan kapang (Mold). Khamir adalah bentuk sel tunggal dengan
pembelahan secara pertunasan. Khamir mempunyai sel yang lebih besar daripada
kebanyakan bakteri, tetapi khamir yang paling kecil tidak sebesar bakteri yang
terbesar.khamir sangat beragam ukurannya,berkisar antara 1-5 μm lebarnya dan
panjangnya dari 5-30 μm atau lebih. Biasanya berbentuk telur,tetapi beberapa
ada yang memanjang atau berbentuk bola. Setiap spesies mempunyai bentuk yang
khas, namun sekalipun dalam biakan murni terdapat variasi yang luas dalam hal
ukuran dan bentuk.Sel-sel individu, tergantung kepada umur dan lingkungannya.
Khamir tidak dilengkapi flagellum atau organ-organ penggerak lainnya. Tubuh
atau talus suatu kapang pada dasarnya terdiri dari 2 bagian miselium dan spora
(sel resisten, istirahat atau dorman). Miselium merupakan kumpulan beberapa
filamen yang dinamakan hifa. Setiap hifa lebarnya 5-10 μm, dibandingkan dengan
sel bakteri yang biasanya berdiameter 1 μm. Disepanjang setiap hifa terdapat
sitoplasma bersama (Coyne, 2009).
Jamur tidak dapat hidup
secara autotrof, melainkan harus hidup secara heterotrof. Jamur hidup dengan
jalan menguraikan bahan-bahan organik yang ada dilingkungannya. Umumnya jamur
hidup secara saprofit,artinya hidup dari penguraian sampah sampah-sampah
organic seperti bangkai, sisa tumbuhan, makanan dan kayu lapuk, menjadi
bahan-bahan anorganik. Ada pula jamur yang hidup secara parasit artinya jamur
mendapatkan bahan organik dari inangnya misalnya dari manusia, binatang dan
tumbuhan. Adapula yang hidup secara simbiosis mutualisme, yakni hidup bersama
dengan orgaisme lain agar saling mendapatkan untung, misalnya bersimbiosis
dengan ganggang membentuk lumut kerak (Syamsuri, 2004).
Jamur uniseluler
misalnya ragi dapat mencerna tepung hingga terurai menjadi gula, dan gula
dicerna menjadi alkohol. Sedangkan jamur multiseluler misalnya jamur tempe
dapat mengaraikan protein kedelai menjadi protein sederhana dan asam
amino. Makanan tersebut dicerna diluar sehingga disebut pencernaan
ekstraseluler, sama seperti pada bakteri. Caranya sel-sel yang bekerja
mengeluarkan enzim pencernaan. Enzim-enzim itulah yang bekerja menguraikan
molekul-molekul kompleks menjadi molekul-molekul sederhana (Syamsuri, 2004).
Ciri-ciri jamur organisme yang termasuk dalam
kelompok jamur, anggotanya mempunyai ciri-ciri umum yaitu uniseluler atau bersel
satu atau multi seluler (benang-benang
halus), tubuhnya tersusun atas hifa (jalinan benang-benang halus),
eukariotik (mempunyai membran inti), tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat
heterotrof, yaitu secara saprofit, parasit dan simbiosis, dinding selnya
tersusun atas zat kitin, cadangan makanan tersimpan dalam bentuk glikogen dan
protein, pencernannya berlangsung secara ekstraseluler, dimana makanan sebelum
diserap disederhanakan terlebih dahulu oleh enzim ekstraseluler yang
dikeluarkan dari hifa jamur, memiliki keturunan yang bersifat haploid lebih
singkat, reproduksi jamur uniseluler dilakukan secara aseksual dengan membentuk
spora. Jamur multiseluler secara aseksual dengan cara memutuskan benang hifa (
fragmentasi ), zoospore, endospora, dan konidia. Sedangkan secara seksual
melalui peleburan inti jantan dan inti betina sehingga dihasilkan spora
askus atau basidium (Ita, 2013 ).amur hidup tersebar dan terdapat
ditanah, air vegetasi, badan hewan, makanan, dibangunan, bahkan pada tubuh
manusia. Jamur dapat tumbuh dan berkembang pada kelembaban dan pada suhu yang
tinggi. Saat ini di Indonesia diperkirakan terdapat 4.250 sampai 12.000 jenis
jamur. Dari jumlah tersebut dalam kehidupan memiliki
peran masing-masing dihabitatnya baik yang berkaitan langsung maupun
tidak langsung bagi manusia Jamur merupakan organisme yang mirip tumbuhan
tetapi tidak memiliki klorofil. Dalam klasifikasi system tiga kingdom, jamur
(fungi) dikelompokkan sendiri terlepas dari kelompok plantae (tumbuhan) karena
jamur tidak berfotosintesis dan dinding selnya bukan dari selulosa (Yamin,
2013).
Jamur merupakan organisme
uniseluler maupun multiseluler umunya berbentuk benang disebut hifa, hifa
bercabang-cabang membentuk bangunan seperti anyaman disebut miselium, dinding
sel mengandung kitin, eukariotik, tidak berklorofil. Hidup secara heterotrof
dengan jalan saprofit (menguraikan sampah organik), parasit (merugikan
organisme lain), dan simbiosis. Habitat jamur secara umum terdapat di darat dan
tempat yang lembab. Jamur uniseluler dapat berkembangbiak dengan dua cara yaitu
vegetatif dapat dilakukan dengan cara membentuk spora, membelah diri, kuncup
(budding). Secara generatif dengan cara membentuk spora askus. Sedang untuk
jamur multiseluler reproduksi vegetatif dengan cara fragmentasi, konidium,
zoospora. Secara generatif dapat dilakukan dengan cara konjugasi, hifa yang
akan menghasilkan zigospora, spora askus, spora basidium (Indah, 2009).
Kingdom fungi dibagi menjadi enam
divisi yang berbeda dalam hal struktur hifa dan struktur penghasil spora, yaitu
sebagai berikut (Indah,2009) :
A.
Myxomycotina
(Jamur Lendir)
Myxomycotina
merupakan jamur yang paling sederhana. Mempunyai 2 fase hidup, yaitu fase
vegetatif (fase lendir) yang dapat bergerak dapat bergerak seperti amoeba,
disebut plasmodium dan fase tubuh buah.
Reproduksi : secara vegetatif
denga spora, yaitu spora kembara yang disebut myxoflagelata. Contoh spesies :
Physarum polycephalum (Tjitrosoepomo, 1989).
B.
Oomycotina
Tubuhnya
terdiri atas benang/hifa tidak bersekat, bercabang-cabang dan mengandung banyak
inti. Reproduksi (Bold, 1987):
1. Vegetatif : yang hidup di air dengan zoospora yang
hidup di darat dengan sporangium dan konidia.
2. Generatif : bersatunya gamet jantan dan betina
membentuk oospora yang selanjutnya tumbuh menjadi individu baru.
3. Contoh spesies : Saprolegnia sp. : hidup
saprofit pada bangka ikan, serangga darat maupun serangga air. Phytophthora
infestans : penyebab penyakit busk pada kentang
C. Zygomycotina
1.
Habitat
di darat, ditanah yang lembab atau sisa organisme mati
2.
Hifanya
bercabang banyak tidak bersekat saat masih muda dan bersekat setelah menjadi
tua
3.
Reproduksi
vegetatif dengan cara membentuk spora tak berflagel (aplanospora) dan generatif
dengan cara gametangiogami dari dua hifa yang kompatibel/konjugasi dengan
menghasilkan zigospora. Contohnya : Rhizopus sp (Bold, 1987).
D.
Ascomycotina
Hidup
saprofit di dalam tanah atau hipogean, hidup di kotoran ternak kemudian disebut
koprofil ada juga yang parasit pada tumbuhan. Tubuhnya terdiri atas
benang-benang yang bersekat atau ada yang unisel
(Duta, 1986)
E.
Basidiomycotina
Umumnya
makroskopis atau mudah dilihat dengan mata telanjang. Miseliumnya bersekat dan
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (Indah
Najmi, 2009):
1.
Miselium
primer (miselium yang sel-selnya berinti satu, umumnya berasal dari
perkembangan basidiospora).
2.
Miselium
sekunder (miselium yang sel penyusunnya berinti dua, miselium ini merupakan
hasil konjugasi dua miselium primer atau persatuan dua basidiospora)
Cara
reproduksi dibedakan menjadi dua, yaitu (Indah
Najmi, 2009) :
a
Vegetatif
(dengan membentuk tunas, dengan konidia, dan fragmentasi miselium).
b
Generatif
(dengan alat yang disebut basidium, basidium berkumpul dalam badan yang disebut
basidiokarp, yang menghasilkan spora yang disebut basidiospora).
F.
Deuteromycotina
Belum
diketahui tingkat seksualnya, disebut juga jamur tidak sempurna (fungi
imperfecti). Pembiakan vegetatif dengan menggunakan konidium, sedang alat
pembiakan generatifnya (askus atau basidium) belum atau tidak dikenal (John, 1992).
2.3
Lumut Kerak (Lichen)
Lichenes (lumut kerak) merupakan
gabungan antara fungi dan algae sehingga secara morfologi dan fisiologi
merupakan satu kesatuan. Lumut kerak ini hidup secara epifit pada
pohon-pohonan, di atas tanah terutama di daerah sekitar kutub utara, di atas
batu cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang tinggi. Tumbuhan ini
tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah.
Tumbuhan ini bersifat endolitik karena dapat masuk pada bagian pinggir batu
(Misra, 1978).
Algae
dan jamur bersimbiosis membentuk lichens baru jika bertemu jenis yang tepat.
Dimana sedikit banyak berpengaruh, seperti jamur tidak bisa melakukan
fotosintesis, kemampuan ini secara alami dilakukan secara bebas oleh algae.
Lichens biasanya ditemukan disekitar lingkungan dimana organisme lain tidak
dapat tumbuh dan mereka berhasil membuat suatu koloni pada lingkungan tersebut
yang dikarenakan oleh hubungan mutualisme antara algae dengan jamur (Duta,
1968).
Lichenes hidup sebagai epifit pada pohon-pohonan, tetapi dapat j.uga di
atas tanah terutama di daerah tundra di sekitar kutub utara.. di daerah ini
areal dengan luas ribuan km2 tertutup oleh lichenes. Baik di atas cadas maupun
di dalam batu, tidak terikat tingginya tempat. Lichenes dapat kita temukan di tepi
pantai sampai di atas gunung-gunung yang tinggi. Tumbuhan ini tergolong dalam
tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Beberapa jenis
dapat masuk pada bagian pinggir batu-batu. Oleh karena itu disebut bersifat
endolitik (Yurnaliza, 2010).
Algae yang ikut menyusun
tubuh lichenes disebut gonidium, dapat bersel tunggal atau berkoloni.
Kebanyakan genidium adalah ganggang biru (Cyanophyceae) antara lain Chroococcus
dan Noscoc, kadang-kadang juga ganggang hijau (Chlorophyceae) misalnya Cystococcus
dan Trentepohlia (Tjitrosoepomo, 1989).
Sebagian besar lichens tumbuh secara ekstrim lambat – untuk tumbuh
2 cm saja, lichens yang tumbuh pada batu bisa menempuh waktu bertahun-tahun.
Pengukuran pertumbuhan lichens, berkisar antara 1 mm per tahun tetapi tidak
lebih 3 cm/tahun tergantung dari organisme yang bersimbiosis, banyaknya hujan
yang turun dan sinar matahari yang didapat, dan cuaca pada umumnya. Walaupun
lichens hidup tumbuh dialam pada kondisi yang tidak menguntungkan, lichens
sangat sensitif terhadap pencemaran udara dan cepat menghilang pada daerah yang
mempunyai kadar polusi udara yang berat. Salah satu yang menyebabkan ini
terjadi lichens dapat menyerap dan mengendapkan mineral dari air hujan dan
udara dan tidak dapat mengeluarkannya sehingga konsentrasi senyawa yang
mematikan seperti SO2 sangat mudah
masuk (Misra,1978).
1. Morfologi
Thallus
a. Morfologi Luar
Tubuh
lichens dinamakan thallus yang secara vegetatif mempunyai kemiripan dengan alga
dan jamur. Thallus ini berwarna abu-abu atau abu kehijauan. Beberapa spesies
ada yang berwarna kuning, orange, coklat atau merah dengan habitat yang
bervariasi (Misran, 1978).
Bagian tubuh yang memanjang secara selluler dinamakan hifa. Hifa
merupakan organ vegetatif dari thallus atau miselium yang biasanya tidak
dikenal pada jamur yang bukan lichens.Algae selalu berada pada bagian permukaan
dari thallus.Berdasarkan bentuknya lichens dibedakan atas empat bentuk (Misran, 1978):
1)
Crustose
Lichens yang memiliki
thallus yang berukuran kecil, datar, tipis dan selalu melekat ke permukaan
batu, kulit pohon atau di tanah. Jenis ini susah untuk mencabutnya tanpa
merusak substratnya. Contoh : Graphis scipta, Haematomma puniceum, Acarospora
atau Pleopsidium.
Lichen Crustose yang tumbuh terbenam di dalam batu hanya bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan disebut endolitik, dan yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan disebut endoploidik atau endoploidal. Lichen yang longgar dan bertepung yang tidak memiliki struktur berlapis, disebut leprose.
Lichen Crustose yang tumbuh terbenam di dalam batu hanya bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan disebut endolitik, dan yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan disebut endoploidik atau endoploidal. Lichen yang longgar dan bertepung yang tidak memiliki struktur berlapis, disebut leprose.
2) Foliose
Lichen foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh lobus. Lichen ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda. Lichens ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Contoh : Xantoria elegans, Physcia aipolia, Peltigera malacea, Parmelia sulcata dan lainnya.
Lichen foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh lobus. Lichen ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda. Lichens ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Contoh : Xantoria elegans, Physcia aipolia, Peltigera malacea, Parmelia sulcata dan lainnya.
3) Fruticose
Thallusnya berupa semak dan memiliki banyak cabang dengan bentuk
seperti pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau
cabang pohon. Tidak terdapat perbedaan antara permukaan atas dan bawah. Contoh: Usnea,Ramalina dan Cladonia.
4) Squamulosa
Lichen
ini memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus ini disebut squamulus yang
biasanya berukuran kecil dan saling bertindih dan sering memiliki struktur
tubuh buah yang disebut podetia. Contoh: Psora pseudorusselli dan Cladonia
carneola.
b. Morfologi dalam
Struktur morfologi dalam diwakili oleh jenis
foliose, karena jenis ini mempunyai empat bagian tubuh yang dapat diamati
secara jelas yaitu (Misra, 1978) :
1. Korteks atas, berupa jalinan yang padat
disebut pseudoparenchyma dari hifa jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa gelatin. Bagian ini. merupakan lapisan biru atau biru hijau yang terletak di bawah
korteks atas. Bagian ini terdiri dari jalinan hifa yang longgar. Diantara
hifa-hifa itu terdapat sel-sel hijau, yaitu Gleocapsa, Nostoc, Rivularia dan
Chrorella. Lapisan thallus untuk tempat fotosintesa disebut lapisan gonidial
sebagai organ reproduksi.
2. Medulla,
terdiri dari lapisan hifa yang berjalinan membentuk suatu bagian tengah yang
luas dan longgar. Hifa jamur pada bagian ini tersebar ke segala arah dan biasanya
mempunyai dinding yang tebal. Hifa pada bagian yang lebih dalam lagi tersebar
di sepanjang sumbu yang tebal pada bagian atas dan tipis pada bagian ujungnya.
Dengan demikian lapisan tadi membentuk suatu untaian hubungan antara dua pembuluh.
3. Korteks bawah,
lapisan ini terdiri dari struktur hifa yang sangat padat dan membentang secara
vertikal terhadap permukaan thallus atau sejajar dengan kulit bagian luar.
Korteks bawah ini sering berupa sebuah akar (rhizines). Ada beberapa jenis
lichens tidak mempunyai korteks bawah. Dan bagian ini digantikan oleh lembaran
tipis yang terdiri dari hypothallus yang fungsinya sebagai proteksi.
Perkembangbiakan lichens melalui tiga
cara, yaitu (Bold, 1987) :
a.
Secara Vegetatif
·
Fragmentasi, yaitu perkembangbiakan dengan memisahkan bagian tubuh
yang telah tua dari induknya dan kemudian berkembang menjadi individu baru.
Bagian-bagian tubuh yang dipisahkan tersebut dinamakan fragmen. Pada beberapa
fruticose lichens, bagian tubuh yang lepas tadi, dibawa oleh angin ke batang
kayu dan berkembang tumbuhan lichens yang baru. Reproduksi vegetatif dengan
cara ini merupakan cara yang paling produktif untuk peningkatan jumlah individu.
·
Isidia. Kadang-kadang isidia lepas dari thallus induknya yang
masing-masing mempunyai simbion. Isidium akan tumbuh menjadi individu baru jika
kondisinya sesuai.
·
Soredia. Soredia adalah kelompok kecil sel-sel ganggang yang sedang
membelah dan diselubungi benag-benang miselium menjadi suatu badan yang dapat
terlepas dari induknya. Dengan robeknya dinding thallus, soredium tersebar
seperti abu yang tertiup angin dan akan tumbuh lichens baru. Lichens yang baru
memiliki karakteristik yang sama dengan induknya.
b.
Secara Aseksual
Metode
reproduksi aseksual terjadi dengan pembentukan spora yang sepenuhnya bergantung
kepada pasangan jamurnya. Spora yang aseksual disebut pycnidiospores
(Tjitrosoepomo, 1989).
Pycnidiospores
berukuran kecil, sporanya yang tidak motil, dan diproduksi dalam jumlah yang
besar disebut pygnidia. Pygnidia ditemukan pada permukaan atas dari thallus
yang mempunyai suatu celah kecil yang terbuka yang disebut Ostiole. Dinding
dari pycnidium terdiri dari hifa yang subur dimana jamur pygnidiospore berada
pada ujungnya. Tiap pycnidiospore menghasilkan satu hifa jamur. Jika bertemu
dengan algae yang sesuai terjadi perkembangan menjadi lichens yang baru
(Tjitrosoepomo, 1989).
c. Secara Seksual
Perkembangan seksual pada lichens
hanya terbatas pada pembiakan jamurnya saja. Jadi yang mengalami perkembangan
secara seksual adalah kelompok jamur yang membangun tubuh lichens
(Tjitrosoepomo, 1989).
2.4
Lumut (Bryophyta)
Lumut Merupakan jenis tumbuhan rendah yang beradaptasi
dangan lingkungan darat dan mempunyai tingkat perkembangan lebih tinggi dari pada Thalophyta.
Pada umumnya tumbuhan lumut menyukai tempat-tempat lembab dan basah di dataran
rendah hingga dataran tinggi. Tumbuhan lumut berwarna hijau karena mempunyai
sel-sel dengan plastida yang menghasilkan klorofil a dan b. Lumut bersifat autotrof yang merupakan tumbuhan peralihan
antara tumbuhan lumut berkormus dan bertalus. Lumut dapat beradaptasi untuk
tumbuh di tanah yang belum mempunyai jaringan pengangkut tetapi sudah
memiliki dinding sel yang terdiri dari selulosa (Birsyam, 1992).
Batang
dan daun tegak memiliki susunan berbeda-beda. Batang apabila dilihat secara
melintang akan tampak susunan sel kulit, lapisan kulit dalam (korteks),
silinder pusat yang terdiri dari sel-sel parenkimatik yang memanjang untuk mengangkut
air dan garam-garam mineral serta belum terdapat floem dan xilem. Sel-sel daunnya
kecil, sempit, panjang, dan mengandung kloroplas yang tersusun seperti jala.
Lumut hanya dapat tumbuh memanjang tetapi tidak membesar, karena tidak ada sel
berdinding sekunder yang berfungsi sebagai jaringan penyokong. Rizoid seperti
benang sebagai akar untuk melekat pada tempat tumbuhnya dan menyerap
garam-garam mineral (Birsyam, 1992).
Struktur
sporofit (sporogonium) tubuh lumut terdiri dari vaginula, seta, apofisis, kaliptra, dan kolumela. Sporofit tumbuh pada
gametofit menyerupai daun. Gametofit berbentuk seperti daun dan di bagian
bawahnya terdapat rizoid yang berfungsi seperti akar. Jika sporofit tidak
memproduksi spora, gametofit akan membentuk anteridium dan arkegonium untuk
melakukan reproduksi seksual (Yulianto, 1992).
Reproduksi
lumut bergantian antara fase seksual dan aseksual melalui pergiliran keturunan
atau metagenesis. Reproduksi aseksual dengan spora haploid yang dibentuk dalam
sporofit. Reproduksi seksualnya dengan membentuk gamet-gamet dalam gametofit.
Ada dua macam gametangium yaitu arkegonium (gametangium betina) bentuknya
seperti botol dengan bagian lebar yang disebut perut, yang sempit disebut leher
dan anteridium (gametangium jantan) yang berbentuk bulat seperti gada. Jika anteridium
dan arkegonium dalam satu individu tumbuhan lumut, maka disebut berumah satu
(monoesis). Jika dalam satu individu hanya terdapat anteridium atau arkegonium
saja, tumbuhan lumut tersebut disebut berumah dua (diesis) (Yulianto, 1992).
Dinding spora terdiri atas dua
lapisan, yang luar kuat disebut eksosporium dan yang dalam lunak disebut
endosporium. Jika spora berkecambah, eksosporium pecah
(Tjitrosoepomo, 2011).
Selain pembiakan dengan spora, pada
lumutterdapat pula pembiakan vegetative dengan kuncup eram, yang terjadi
dengan bermacam-macam cara pada protonema, talus, atau bagian-bagian lain pada
tubuh lumut. Kuncup eram dapat melepaskan diri dari induknya dan tumbuh
menjadiindividu baru. Selain dari itu, semua bagian tubuh lumut jika dipotong
menunjukkan daya regenerasi yang sangat besar (Tjitrosoepomo, 20011).
Lumut
yang sudah teridentifikasi mempunyai jumlah sekitar 16 ribu spesies dan telah
dikelompokkan menjadi 3 kelas yaitu: lumut hati, lumut tanduk dan lumut daun
(Yulianto, 1992).
1.
Lumut Hati (Hepaticopsida)
Kebanyakan lumut hati hidup di
tempat-tempat yang basah, oleh sebab itu tubuhnya mempunyai struktur yang higromorf.
Bentuk lain jarang ditemukan, meskipun ada pula yang terdapat pada
tempat-tempat yang amat kering, misalnya pada kulit-kulit pohon, di atas tanah
atau batu cadas, sehingga tubuhnya perlu mempunyai struktur yang xeromorf
(Tjitrosoepomo, 20011)
Lumut
hati tubuhnya berbentuk lembaran, menempel di atas permukaan tanah, pohon atau
tebing. Terdapat rizoid berfungsi untuk menempel dan menyerap zat-zat makanan.
Tidak memiliki batang dan daun. Reproduksi secara vegetatif dengan membentuk
gemma (kuncup), secara generatif dengan membentuk gamet jantan dan betina.
Contohnya: Ricciocarpus, Marchantia dan linularia.
2.
Lumut Tanduk (Anthoceratopsida)
Bentuk
tubuhnya seperti lumut hati yaitu berupa talus, tetapi sporofitnya berupa
kapsul memanjang. Sel lumut tanduk hanya mempunyai satu kloroplas. Hidup di
tepi sungai, danau, atau sepanjang selokan. Reproduksi seperti lumut hati.
Contohnya Anthocerros sp.
Gametofit mempunyai talus berbentuk
cakram dengan tepi bertoreh, biasanya melekat pada tanah dengan perantaraan
rizoid-rizoid. Sel-selnya hanya mempunyai satu kloroplas dengan satu pirenoid
yang besar. Pada sisi bawah talus terdapat stoma dengan dua sel penutup yang
berbentuk ginjal (Tjitrosoepomo, 2011)
Nama umum dan saintifik filum ini
(dari kata Yunani kerasi, tanduk) mengacu pada bentuk sporofit yang
panjang dan meruncing. Sporofit biasanya dapat tumbuh setinggi 5 cm. Tidak
seperti sporofit lumut hati atau lumut daun, sporofit lumut tanduk tidak
memiliki seta dan hanya terdiri atas sporangium. Sporangium melepaskan spora
matang ketika pecah terbuka, dimulai dari ujung tanduk. Gametofit yang biasanya
berdiameter 1-2 cm, biasanya tumbuh secara horizontal dan seringkali dilekati
oleh sporofit majemuk. Lumut tanduk seringkali merupakan spesies pertama yang
mengolonisasi wilayah terbuka dengan tanah lembab; hubungan simbiotik dengan
sianobakteria pemfiksasi-nitrogen turut berpern dalam kemampuan lumut tanduk
melakukan hal ini (nitrogen seringkali tersedia dalam jumlah yang sedikit pada
wilayah semacam itu) (Campbell, 2008).
3. Lumut Daun (Bryopsida)
Lumut daun dapat
tumbuh di atas tanah-tanah gundul yang periodic mengalami masa kekeringan,
bahkan dia atas pasir yang bergerak pun dapat tumbuh. Selanjutnya, lumut-lumut
ini dapat ditemukan diantara rumput-rumput, di atas batu-batu cadas, pada
batang-batang dan cabang-cabang pohon, di rawa-rawa, tetpi jarang di dalam air.
Mengingat tempat tumbuhnya yang bermacam-macam itu, maka tubuhnya pun
memperlihtkan struktur yang bermacacm-macam pula. Kebanyakan lumut daun suka
pada tempat-tempat yang basah, tetapi ada pula yang tumbuh di tempt-tempat
kering (Tjitrosoepomo, 2011).
Lumut
daun juga disebut lumut sejati. Bentuk tubuhnya berupa tumbuhan kecil dengan
bagian seperti akar (rizoid), batang dan daun. Reproduksi vegetatif dengan
membentuk kuncup pada cabang-cabang batang. Kuncup akan membentuk lumut baru.
Contoh: Spagnum fibriatum, Spagnum squarosum.
Manfaat lumut bagi kehidupan antara lain: Marchantia
polymorpha untuk mengobati penyakit hepatitis, Spagnum sebagai pembalut atau
pengganti kapas. jika Spagnum ditambahkan ke tanah dapat menyerap air dan
menjaga kelembaban tanah (Yulianto, 1992).
Lumut dalam keadaan segar maupun yang telah dikeringkan
diketahui memiliki kemampuan menyerap senyawa anorganik logam berat Zn, Cd, Ni
dan Cu dari limbah cair dan senyawa yang diserap disimpan dalam pyrenoid yaitu
kantung cadangan makanan jaringan lumut. Lumut memiliki daya serap logam
berat yang lebih besar dibandingkan enceng gondok (Yuliasari, 2011).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Waktu
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) mata kuliah Botani Tumbuhan Tidak
Berpembuluh (BTTB) dengan tema “Pengamatan Jamur, Lichen, dan
Lumut” dilaksanakan pada hari Minggu,
9 November 2014
3.2
Tempat
KKL BTTB dilaksanakan di Taman Hutan Raya R. Soeryo Cangar, Batu,
Malang
3.3
Cara Kerja
Cara kerja dalam pengamatan ini adalah sebagai berikut.
1. Disiapkan alat,
yaitu kamera dan penggaris, serta bahan berupa kantung plastik.
2. Diamati jamur,
lichen, dan lumut yang ditemukan.
3. Diukur jamur,
lichen, dan lumut dengan penggaris dan difoto menggunakan kamera.
4. Diambil sampel
jamur, lichen, dan lumut dimasukkan ke dalam plastic.
5. Diidentifikasi
jamur, lichen, dan lumut yang didapatkan.
6. Dicatat hasil
identifikasi jamur, lichen, dan lumut.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Jamur Kayu (Ganoderma
applanatum)
Gambar
Pengamatan
|
Gambar
Literatur
|
(Isna, 2007)
|
Klasifikasi
Jamur Kayu (Ganoderma applanatum) menurut Iswanto (2009) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Fungi
Filum
: Basidiomyota
Ordo
: Polyporales
Family
: Ganodermataceae
Genus
: Ganoderma
Spesies
: Ganoderma applanatum
Hasil penelitian yang telah dilakukan di
kawasan hutan Cangar yaitu didapatkan spesies jamur Ganoderma applanatum
dengan ciri-ciri bentuknya setengah lingkaran, memiliki warna coklat di tepi
dan coklat keputihan ditengahnya. Talusnya keras seperti kayu. Permukaan tubuh jamur tidak rata sehingga jika diraba teksturnya
menjadi kasar. Spesies ini ditemukan menemel pada kayu yang
sudah tumbang dan hamper lapuk. Jamur ini termasuk dalam Divisi
Basidiomycota. Ganoderma
applanatum tidak mempunyai batang dan bertumbuh di atas batang-batang. Cendawan
yang baru bertumbuh berwarna kuning muda kecoklatan, setelah itu Ganoderma
applanatum akan berubah warna menjadi coklat.
Tjitrosoepomo (2011) menjelaskan, nama basidiomycota berasal dari kata basidium, yaitu suatu tahapan
diploid dalam daur hidup Basidiomycota yang berbentuk seperti gada. Kelompok
jamur ini dikenal karena tubuh buahnya tampak jelas di permukaan tanah atau
substrat lainnya. Kelompok jamur ini memilki hifa yang bersekat-sekat. Divisi
Basidiomycota adalah takson dari Kingdom Fungi yang memproduksi spora dalam
bentuk kubus disebut basidium.
Suarnadwipa (2008)
menyebutkan jamur adalah organisme yang selnya berinti, dapat membentuk spora,
tidak berklorofil, dan berupa benang-benang tunggal atau benang yang bercabang
dengan dinding dari selulosa atau khitin atau keduanya. Dari sekian banyak
jenis dan nama jamur, secara umum jamur dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu
jamur kayu dan jamur bukan kayu. Jamur kayu adalah jenis jamur yang tumbuh pada
pohon kayu yang telah mati. Sedangkan jamur yang bukan kayu adalah jamur yang
dapat tumbuh dan hidup pada media lain, seperti serbuk gergaji, jerami, ampas
tah, enceng gondok, sabut kelapa, dan lain-lain.
Jamur kayu (Ganoderma
sp.) disebut juga dengan nama jamur Lingshi yang memilki bentuk seperti
kipas, kerak, papan, atau payung. Di dalam famili Polyporaceae, dijumpai jamur
dari genus Poria, Polyporus, Fomex, Lenzites, dacdalia, Irpex, dan Ganoderma.
Badan buah keras, berkayu, berasa pahit, dan tidak dapat dibuat sebagai bahan
makanan, biasanya hanya digunakan sebagai bahan baku obat. Jamur Lingshi hidup
pada pohon yang masih hidup, selain yang sudah mati. Sifat jamur adalah
kosmopolitan, yaitu menyerang semua jenis pohon berkayu. Penyebaran pertumbuhan
sampai daerah tropik dan subtropik (Hendritomo, 2010).
Reproduksi
pada jamur kayu (Ganoderma sp.) dijelaskan oleh Tjitrosoepomo (2011)
yaitu secara aseksual dengan cara membentuk sporakonidia. Pertemuan dua hifa
(+) dan hifa (-), terjadi didalam tanah menjadi tubuh buah (basidiokarp).
Perkembangan basidiokarp terjadi di atas permukaann tanah sampai dengan
dihasilkannya basidiospora. Pembentukan basidiospora terjadi di dalam basidium
yang terletak di permukaan bawah tudung basidiokarp. Basidiomycota bereproduksi
secara aseksual dengan permulaan pembentukan spora aseksual. Budding terjadi
ketika suatu perkembangan sel induk dipisahkan menjadi sel baru. Setiap sel
dalam organisme terdapat kuncup. Pembentukan spora aseksual paling sering
terjadi di ujung struktur khusus yang disebut konidiospore.
4.2
Lichen (Usnea
sp.)
Gambar Pengamatan
|
Gambar
Literatur
|
![]() |
Klasifikasi dari Usnea sp. adalah (KKP, 2010):
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Lecanoromycetes
Ordo : Lecanorales
Famili : Parmaliaceae
Genus : Usnea
Spesies : Usnea sp.
Pengamatan yang
dilakukan di Hutan Cangar, Malang salah satunya ditemukan lichenes dari Genus
Usnea yang menempel pada pohon (ranting kayu. Ia memiliki warna hijau keputihan
yang agak pucat dan bentuk daun yang
kecil, tipis.
Usnea termasuk
tanaman epifit tahunan, hidup menempel pada pohon yang keras, thallus seperti
benang, tegak atau bergantungan tanpa rhizoid dan melekat pada substrat dengan
suatu cakram pelekat yang berasal dari lapisan teras (empulur), thallus
bercabang-cabang yang bentuknya seperti serabut kulit seperti tanduk, rapuh
atas terdiri dari hifa-hifa berdinding tebal, bersepta dan tegak lurus pada
poros bujur (Miharjo, 1996).
Lichen memproduksi
metabolit sekunder yang terdiri dari banyak kelas termasuk senyawa turunan asam
amino, asam pulvinat peptida, gula alkohol, terpenoid, steroid, karotenoid,
asam alifatik, fenol, monosiklik, depsides, dibenzofurans, antrakuinon,
xanthones, asam usnat dan senyawa lainn (Huneck, 1999).
Menurut
Campbell (2004), bahwa secara anatomi lichenes juga memiliki bagian-bagian yang
menarik karena adanya lapisan fungi atau lapisan luar korteks yang tersusun atas
sel-sel jamur yang tidak rapat dan menempel kuat untuk menjaga agar lumut kerak
tetap tumbuh dan lapisan alga yang mengandung ganggang serta terdapat rhizome
yang tersusun atas sel-sel jamur yang tidak rapat dan menempel kuat pada
substrat yang dikenal sebagai rhizoid atau lapisan lichens yang paling kuat
melekat atau menempel pada substrat ini yang paling terkenal adalah
pyrenolichenes.
Perkembangbiakan dapat dilakukan secara seksual dan aseksual. Secara
seksual dengan apothesia yang tumbuh pada ujung tubuh buah. Di dalam apothesia
terdapat askupora yang berisi spora. Perkembangbiakan secara aseksual dilakukan
dengan potongan atau pemutusan bagian tubuh buah yang terpisah. Tubuh buah ini
kemudian tubuh menjadi individu baru dan mengeluarkan banyak tubuh buah berupa
batang-batang kecil bercabang (Suhono, 2012).
Secara tradisional, jenis liken ini
di mnfaatkan sebagai bahan obat, antara lain untuk mengobati diare, disentri
dan pegel linu. Liken ini juga digunakan sebagi anti biotik dan anti jamur pada
luka dan pembekakan, serta mengatasi infeksi paru-paru dan TBC (Suhono, 2012).
Terdapat sekitar 13.500 sepesies liken di permukaan
bumi, yang sebagian besar dipelajari di belahan bumi empat musim. Untuk
emmudahnak dalam mempelajarinya, liken di kelompokkan berdasarkan bentuk
hidupnya. Ada tiga kelompok, yaitu crustose, foliose, dan fruticose. Namun,
ketiga bentuk ini tidak dapat dijadikan dasar taksonomi liken, karena liken
yang tergolong satu suku atau bahkan satu marga dapat berbentuk crustose,
foliose, dan fruticose. Banyak ahli liken menambahkan satu ebntuk algi yaitu
squamulose. System pengklasifikasian liken masuk dalam system klasifikasi
fungi. (Suhono, 2012).
Lichen
diketahui memiliki beberapa manfaat. Organisme ini menmghasilkan metabolit
sekunder yang ebrperan penting dalam membedakan jenisnya.Penggunaan langsing
dari senyawa sekunder ini dapat dilihat pada produk obat-obatan, bahan
pencelup, dan komponen parfum. Dialam, senyawa ini berperaperan sebagai
pertahanan diri liken sebagai herbifora, juga membantu ememcahkan substrat
batu. Liken mengandung jenis sianobakteri sebagai fotobion yang menyediakan nitrogen
terfiksasi untuk lingkungan. merupakan penyedia makanan untuk kehidupan satwa
liar seperti rusa, musang, elk, tupai tikus dan klelawar, juga perlindungan bagi
beberapa jenis ngengat. Beberapa jenis burung menggunakan liken fructose untuk
sarangnya. Di Jepang liken di rebus dalam sup, dimakan mentah-mentah, dibuat
salad, maupun dikonsumsi sebagai kudapan (Suhono, 2012).
Lichen
adalah organisme yang sensitive terhadap kerusakan lingkungan sehingga
berpotensi digunakan sebagai bioindikator dan biomonitor dari kestabilan suatu
ekosistem (Suhono, 2012).
4.3
Lumut
(Anthoceros)
Gambar
Pengamatan
|
Gambar
Literatur
|
![]() |
![]()
(Li
Zhang, 2008)
|
Klasifikasi dari Lumut tanduk
(Anthoceropsida) (Ariyani,2008):
Kingdom:
Plantae
Divisio: Anthocerotophyta
Kelas: Anthocerotopsida
Ordo: Anthocerotales
Famili:
Anthocerotaceae
Genus:
Anthoceros
Spesies:
Anthoceroslaevis
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan mengenai lumut,
ditemukan pula lumut jenis lumut tanduk dengan spesies Anthoceroslaevis, pada
spesies ini ditemukan disup di sekitar daerah hutan cangar dan menempel pada
bebatuan di tempat yang lembab, selain itu pada talus bagian talusnya berbentuk
lembaran, pada sporofitnya membentuk kapsul memanjang yang tumbuh seperti
tanduk, lumut ini juga memiliki rizhoid yang menyerupai akar pada tumbuhan
tingkat tinggi, rizhoid ini memiliki fungsi sebagai tempat menempel kepada
substrat tempat hidupnya.
Menurut literatur, Estiati (1995) menyatakan bahwa lumut
tanduk (Anthocerotopsida) memiliki bentuk tubuh seperti lumut hati yaitu berupa
talus, tetapi sporofitnya berupa kapsula memanjang. Sel lumut tanduk hanya
mempunyai satu kloroplas. Hidup ditepi sungai , danau atau sepanjang selokan.
Reproduksi seperti lumut hati. Salah satu contohnya adalah Anthoceros sp.
Bangsa ini hanya memuat beberapa marga yang biasanya
dimasukkan dalam satu suku saja,yaitu suku Anthocerotaceae. Berlainan dengan
golongan lumut hati lainnya, sporogonium Anthocerotales mempunyai susunan dalam
yang lebih rumit.Gametofit mempunyai talus berbentuk cakram ddengan tepi
bertoreh, biasanya melekat pada tanah dengan perantaraan rizoid-rizoid. Susunan
talusnya masih sederhana. Sel-selnya hanya mempunyai satu kloroplas dengan satu
pirenoid yang besar, hingga mengingatkan kita kedapa kloroplas sel-sel
ganggang. Pada sisi bawah talus terdapat stoma dengan dua sel penutup yang
berbentuk ginjal. Stoma itu kemudian hampir selalu terisi dengan lendir
(Tjitrosoepomo,2009).
Lumut tanduk merupakan kelompok kecil yang berkerabat dengan
byophyta lainnya tetapi cukup berbeda untuk memisahkannya dalam kelas
tersendiri yang mencakup kira-kira 300 spesies. Genus yang paling dikenal
ialah Anthoceros, dan spesies-spesiesnya agak umum dijumpai di tepi
sungai atau danau dan acapkali disepanjang selokan, tepi jalan yang basah atau
lembab. Tubuh utama adalah gametofitnya yang berwarna biru gelap,
berlekuk-lekuk dan bentuknya agak bulat. Sel-selnya biasanya mengandung satu
kloroplas yang besar yang mencakup pirenoid, yang diduga ada persamaan dengan
pirenoid algae tertentu. Sporofit biasanya kapsul berbentuk silinder yang
berbentuk bulir dengan panjang beberapa sentimeter, dan kadang-kadang sampai
5-6 cm. pangkal sporofit dibentuk dengan selubung dari jaringan gametofit.
Dasar kapsul meluas arah ke bawah sebagai kaki, suatu organ yang melekat dan
menyerap, terbena dalam-dalam di dalam jaringan talusnya. Dalam beberapa
segi, struktur kapsul Anthoceros menyerupai kapsul lumut
sejati (Birsyam,1992).
Stuktur
kapsul Anthoceros dalam beberapa segi menyerupai kapsul
tumbuhan lumut, suatu kondisi yang dianggap sebagai suatu contoh untuk evolusi
konvergen. Irisan melintang melalui kapsul menunjukan kelompok sel-sel steril,
yaitu kolumnela, di tengah-tengah. Sekeliling kolumner terdapat
silinder berongga yang berisi elater dan tetrad spor-spora. Kedua struktur ini
secara vertical memanjang ke seluruh kapsul. Di luar ada zona sel-sel steril
yang terlinung oleh epidermis diselingi oleh stomata yang sama dengan stomata
pada tumbuhan berpembuluh. Adanya kloroplas dalam sel-sel daerah steril tadi
menyebabkan sporofit matang hampir seluruhnya tidak bergantung pada gametofit
akan bahan makanan, meskipun masih memerlukan air dan mineral dari gametofit.
Bila menjadi matang, dinding kapsul membelah menjadi dua katup dan spora-spora
dilepaskannya (Prawiro,2007).
Setelah
beberapa saat tumbuh, kapsul itu memanjang karena aktivitas daerah meristematik
di dasarnya. Zona ini menghasilkan semua macam sel yang terdapat dalam kapsul
matang jaringan steril dan jaringan penghasil spora. Jadi, selagi spora-spora
itu menjadi masak dan ditenaskan dari bagian atas kapsul, maka spora-spora baru
terus menerus dihasilkan di bawahnya. Pada beberapa spesies, kapsulnya terus
tumbuh dan membentuk spora-spora baru selama gametofit itu hidup
(Estiati,1995).
Beberapa
anterodium terkumpul dalam satu lekukan pada sisi atas talus, demikian pula
arkogeniumnya. Zigo mula-mula membelah menjadi dua sel dengan satu dinding
pemisah melintang. Sel yang diats terus membelah-belah dan merupakan
sporogonium, yang bawah membelah-belah merupakan kaki sporogonium. Sel-sel yang
mempunyai kaki sporogonium. Berbentuk sebagai rizoid, melekat pada talus
gametofitnya. Bagi sporogonium, kaki itu berfungsi sebagai alat penghisap (Haustorium).
Sporogonium tidak bertangkai, mempunyai bentuk seperti tanduk, panjangnya 10-15
cm. jika telah masak pecah seperti buah polongan. Sepanjang poros bujurnya
terdapat jaringan yang terdiri dari beberapa deretan sel-sel mandul yang
dinamakan kolumela. Kolume itu diselubungi oleh jaringan yang
diselubungi oleh jaringan yang akan mengasilkan spora, yang disebut arkespora.
Selain spora, arkespora juga menghasilkan sel-sel mandul yang dinamakan elatera.
Berbeda dengan lumut hati lainnya masaknya kapsul spora pada sporogonium itu
tidak bersama-sama, akan tetapi dimulai dari atas dan berturut-turut sampai
pada bagian bawahnya. Dinding sporogoni yang mempunyai stomata dengan dua sel
penutup dan selain itu sel-selnya mengandung kloroplas (Tjitrosoepomo,2009).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan setelah
melakukan kuliah kerja lapangan ini adalah sebagai berikut:
·
Morfologi dari
jamur adalah tubuhnya merupakan tallus. Pada Basidiomycota memiliki tudung atau
payung yang lebar. Tangkainya berupa stipe dan dibawah tudungnya adalah
lamella. Tubuhnya tersusun atas hifa yang menyatu menjadi miselium. Reproduksi
jamur secara vegetative dengan fragmentasi dan generative dengan konjugasi.
·
Morfologi dari
lichen adalah tubuhnya merupakan tallus dan hasil simbiosis alga dan jamur.
Selnya adalah alga, talusnya adalah jamur. Reproduksinya secara seksual dengan apothesia dan aseksual dengan pemotongan
bagian tubuh.
·
Morfologi dari lumut yaitu tubuhnya berupa tallus. Reproduksinya
dengan gametangium.
1.2 Saran
Diharapkan studi lapangan berikutnya
yaitu harus lebih baik dari yang sekarang,
baik dari segi sarana dan prasarana harus lebih diperhatikan. Efisiensi
waktu perlu diperhatikan agar dapat melakukan studi lapangan dengan benar,
optimal dan mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyani, Indah. 2008. http://rumahbaca.klasifikasi-lumut-macam-macam.
Diakses pada tanggal 9 November 2014
Birsyam, Inge L. 1992. Botani Tumbuhan Rendah. Bandung:
ITB.
Campbell, Neil A. &
Jane B. Reece. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Coyne, Mark S. Soil. 1999. Microbiology: An
Exploratory Approach. USA : Delmar
Publisher.
Dwijoseputro,
D. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Gandjar,Suwasono. 2006.
Biologi Pertanian. Jakarta ; Rajawali Pers.
Hendritomo, Isnawan Hengky. (2010). Jamur
Konsumsi Khasiat Obat. Yogyakarta; Penerbit ANDI.
Tjitrosoepomo,
Gembong. 2011. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Waluyo.
2005. Pengantar Mikrobiologi. Bandung: Tarsito
Yulianto, Suroso Adi. 1992. Pengantar Cryptogamae. Bandung: Tarsito.