Minggu, 19 Oktober 2014

BAHAN ANNELIDA

1
BAB 1 Pendahuluan
A. Gambaran Profil Lulusan Program Studi Ilmu Kelautan
Kompetensi Utama :
1. Lulusan memiliki kemampuan mengidentifikasi jenis, mengevaluasi kondisi dan mengestimasi potensi sumberdaya hayati laut.
2. Lulusan memiliki kemampuan memetakan potensi sumberdaya hayati laut.
3. Lulusan memiliki kemampuan melakukan perlindungan biota laut yang terancam kelestariannya.
4. Lulusan memiliki kemampuan melakukan rehabilitasi stok biota dan hábitat pesisir dan laut.
5. Lulusan memiliki kemampuan mengelola kawasan konservasi laut.
Kompetensi Pendukung :
1. Lulusan memiliki kemampuan melakukan survei potensi pesisir dan laut.
2. Lulusan memiliki kemampuan menerapkan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi untuk eksplorasi sumberdaya hayati laut.
3. Lulusan memiliki kemampuan melakukan pembenihan dan penangkaran biota laut.
4. Lulusan memiliki kemampuan melakukan pengendalian kualitas lingkungan pesisir dan laut.
Kompetensi Lainnya (Institusional) :
Lulusan memiliki kemampuan mengidentifikasi potensi jasa-jasa lingkungan, menyusun rencana tata ruang wilayah, menyusun rencana pengelolaan wilayah dan mengembangkan potensi sumberdaya pesisir dan laut.
B. Kompetensi Lulusan
1. Memahami etika, moral dan profesionalisme observasi kelautan dalam menguraikan konsep dasar tentang organisme laut tidak bertulang belakang dan hubungannya dengan faktor lingkungan perairan laut.
2. Menggunakan keterampilan komunikasi yang baik yang dikembangkan berdasarkan paradigma komunikasi ilmiah untuk membantu pengidentifikasian organisme laut tidak bertulang belakang.
3. Keterampilan observasi dasar dalam mengidentifikasi organisme laut tidak bertulang belakang.
2
4. Penerapan dasar ilmu kelautan dalam mengidentifikasi organisme laut tidak bertulang belakang
5. Mengakses, menilai dan mengelola informasi mengenai organisme laut tidak bertulang belakang secara kritis
6. Mawas diri dan mampu mengembangkan diri/belajar sepanjang hayat
C. Analisis Kebutuhan Pembelajaran
Mata Kuliah : Avertebrata Laut
Kompetensi Utama : Mahasiswa memiliki dasar ilmiah serta kemampuan keterampilan observasi organisme laut tidak bertulang belakang.
Kompetensi Pendukung : Mahasiswa memiliki kemampuan komunikasi dan manajemen informasi serta pengembangan diri dan kritik diri.
Kompetensi Lainnya : Mahasiswa memiliki etika, moral, dan profesionalisme survey lapangan dalam observasi kelautan.
Sasaran Belajar : Mahasiswa diharapkan akan dapat menguraikan konsep dasar tentang organisme laut tidak bertulang belakang dan hubungannya dengan faktor lingkungan perairan laut.
D. GBRP
Mata Kuliah : Avertebrata Laut
Nomor/Kode SKS : 134 L113 / 3
Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas tentang morfologi, anatomi, fisiologi dan reproduksi dari hewan laut yang tidak memiliki tulang belakang, dari tingkat rendah pada Porifera hingga ke tingkat tinggi yaitu Urochordata serta dasar-dasar pengklassifikasiannya.
3
GBRP Lanjutan
(1)
MINGGU KE-
(2)
KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN
(3)
BAHAN KAJIAN
(4)
BENTUK PEMBELAJARAN
(5)
KRITERIA PEMBELAJARAN
(6)
BOBOT NILAI (%)
I
Disepakatinya sistem dan aturan perkuliahan.
Terbentuknya kelompok kerja dan tugas kelompok masing-masing serta terpilihnya ketua.
- Kontrak perkuliahan dan Rencana Pembelajaran.
--
I
Mahasiswa akan dapat menguraikan definisi dan ruang lingkup avertebrata air. Ruang lingkup Definisi dan pengertian avertebrata Phyla yang masuk dalam avertebrata laut
Ceramah +
- Mengetahui dengan tepat mengapa satu organisme dimasukkan ke dalam kelompok hewan avertebrata.
- Memahami hubungan antara phyla yang masuk ke dalam kelompok hewan avertebrata.
--
II Mendefinisikan Sistematika, Taksonomi dan Filogeni Pengertian sistematika dan taksonomi Aturan pemberian nama ilmiah Hirarki taksonomi Linnaeus Perkembangan pemikiran mengenai methodologi klasifikasi
Ceramah +
- Memahami mengapa hewan dibedakan ke dalam taksa-taksa.
- Mengetahui dengan jelas syarat-syarat penulisan nama ilmiah dari hewan avertebrata
2
4
MINGGU KE-
KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN
BAHAN KAJIAN
BENTUK PEMBELAJARAN
KRITERIA PENILAIAN
BOBOT NILAI (%)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
II
Mahasiswa dapat menjelaskan jenis-jenis protozoa yang hidup sebagai zooplankton Pengertian protozoa Sistem baru pengklassifi-kasian protozoa dengan 7 phyla Karakteristik dan contoh dari masing-masing phyla
Ceramah +
- Memahami alasan protozoa memiliki bentuk-bentuk tertentu.
- Mengetahui hubungan bentuk yang dimiliki dengan cara hidupnya sebagai plankton.
2
III
Mahasiswa mampu menguraikan ciri morfologi, anatomi dan fisiologi Phylum Porifera Classis Calcarea Classis Hexatinellida Classis Demospongia Classis Sclerospongiae
Ceramah + Tugas
- Memahami ciri morfologi, anatomi dan fisiologis hewan Porifera
- Mengetahui perbedaan antara classis yang satu dengan yang lain.
- Memahami perbedaan antara phylum Porifera dan phylum Coelenterata
8
IV dan V
Mahasiswa mampu menguraikan ciri morfologi, anatomi dan fisiologi phylum Cnidaria dan Phylum Ctenophora Classis Hydrozoa Classis Scyphozoa Classis Cubozoa Classis Anthozoa) Phylum Ctenophora dengan ordo-nya.
Ceramah + Tugas
- Memahami alasan-alasan mengapa hewan anggota phylum ctenophora sulit dibedakan dengan hewan anggota phylum coelenterata
- Megetahui alasan mengapa hewan dari phylum ctenophora dipisahkan dari phylum coelenterata
16
5
MINGGU KE-
KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN
BAHAN KAJIAN
BENTUK PEMBELAJARAN
KRITERIA PENILAIAN
BOBOT NILAI (%)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
- Mengetahui ciri khas dari masing-masing classis phylum coelenterata
- Menjelaskan contoh hewan dari masing-masing classis
VI dan VII
Mahasiswa mampu menguraikan ciri umum morfologi, anatomi, dan fisiologi mollusca Classis Monoplacophora, Classis Polyplacophora Classis Aplacophora Classis Gastropoda Classis Pelecypoda Classis Scaphopoda Classis Cephalopoda
Ceramah + Diskusi
- Mengetahui dasar dari pemberian nama classis pada phylum Mollusca
- Menjelaskan ciri pembeda secara morfologi dari masing-masing classis dalam phylum Mollusca
- Menjelaskan ciri pembeda secara anatomi dari masing-masing classis dalam phylum Mollusca
- Mengetahui contoh organisme dari classis Gastropoda, Polyplacophora, Pelecypoda, Scaphopoda dan Cephalopoda
20
VIII
UJIAN TENGAH SEMESTER
6
MINGGU KE-
KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN
BAHAN KAJIAN
BENTUK PEMBELAJARAN
KRITERIA PENILAIAN
BOBOT NILAI (%)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
IX
Mahasiswa dapat menguraikan ciri morfologi dan anatomi Phylum Platyhelminthes dan Phylum Rhynchocoela. Phylum Platyhelminthes Phylum Rhynchocoela
Ceramah +
- Mengetahui ciri-ciri umum Platyhelminthes dan Rhynchocoela
4
X
Mahasiswa dapat menguraikan ciri morfologi, anatomi dan fisiologi dari cacing tidak bersegmen Phylum Sipuncula Phylum Echiura Phylum Priapulida
Ceramah +
- Mengenali ciri morfologi pembeda phylum Sipuncula, Echiura dan priapulida.
3
XI
Mahasiswa dapat menguraikan ciri morfologi, anatomi dan fisiologi phylum Annelida dan Pogonophora Phylum Annelida
Classis Oligochaeta
Classis Polychaeta
Classis Hirudinae Phylum Pogonophora
Ceramah +
- Mengenali ciri khas morfologi masing-masing classis dari phylum Annelida.
- Mengetahui ciri khas phylum Pogonophora
5
XII-XIII
Mahasiswa mampu menjelaskan ciri morfologi, anatomi dan fisiologi dari phylum Arthropoda Subphylum Chelicerata
Classis Merostomata
Subclassis Xiphosura
Subphylum Crustacea
-Classis Remipedia
- Classis Cephalocarida
- Classis Branchiopoda
- Classis Maxillopoda
- Classis Malacostraca
Tugas + Diskusi
- Menjelaskan ciri pembeda dari subphylum Chelicerata terhadap subphylum crustacea
- Menjelaskan ciri pembeda secara anatomi dari masing-masing classis dalam subphylum Crustacea
- Mengetahui contoh organisme dari classis Xiphosura, Cephalocarida, Branchiopoda, Remipedia, Maxillopoda dan Malacostraca
16
7
MINGGU KE-
KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN
BAHAN KAJIAN
BENTUK PEMBELAJARAN
KRITERIA PENILAIAN
BOBOT NILAI (%)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Mengenali anggota classis Malacostraca yang punya nilai ekonomi.
XIV-XV
Mahasiswa mampu menguraikan ciri morfologi, anatomi dan fisiologi Phylum Echinodermata Classis Asteroidea Classis Ophiuroidea Classis Echinodea Classis Holothuroidea Classis Crinoidea
Tugas + Diskusi
- Mengetahui dasar dari pemberian nama classis pada phylum Echinodermata
- Menjelaskan ciri pembeda secara morfologi dari masing-masing classis dalam phylum Echinodermata
- Menjelaskan ciri pembeda secara anatomi dari masing-masing classis dalam phylum Echinodermata
- Mengetahui contoh organisme dari classis Asteroidea, Ophiuroidea, Echinoidea, Holothuroidea dan Crinoidea.
18
XVI
Mahasiswa mampu menjelaskan ciri morfologi, anatomi dan fisiologi phylum Bryozoa, Phylum Brachiopoda, phylum Entoprocta dan phylum Chordata,-subphylum Urochordata Phylum Bryozoa Phylum Brachiopoda Phylum Chordata-subphylum Urochordata Classis Ascidiacea Classis Thaliacea
Ceramah +
- Mengetahui perbedaan dan persamaan antara anggota Phylum Brachiopoda dengan anggota classis Pelecypoda
- Menjelaskan mengapa anggota classis Acidiacea dan Thaliacea dimasukkan ke dalam phylum Chordata
- Mengenali bentuk hewan yang masuk ke dalam phylum Bryozoa
6
8
BAB 2 Bahan Pembelajaran 1
JUDUL : SISTEMATIKA, TAKSONOMI DAN FILOGENI
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Bumi ini terdapat lebih dari satu juta spesies hewan yang telah teridentifikasi. Hewan-hewan tersebut mempunyai banyak persamaan dan perbedaan, baik dalam morfologi maupun hubungannya berdasarkan filogenetik. Untuk memudahkan cara pengenalan, mempelajari, dan berkomunikasi tentang jenis-jenis hewan tersebut, maka perlu adanya suatu sistematika yang dapat menggolong-golongkan hewan tersebut.
B. Ruang Lingkup Isi
1. Defenisi dan Pengertian Avertebrata
2. Pengertian Sistematika dan Taksonomi
3. Aturan Pemberian Nama Ilmiah
4. Hirarki Taksonomi Linnaeus
C. Kaitan Modul
Modul ini adalah pengantar dari Avertebrata Laut.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan defenisi dan pengertian avertebrata
2. Menjelaskan pengertian sistematikan dan taksonomi
3. Menjelaskan aturan pemberian nama ilmiah
4. Menjelaskan hirarki taksonomi linnaeus
BAB II. Pembahasan
A. Defenisi dan Pengertian Avertebrata
Avertebrata dalam bahasa inggris invertebrate yang berarti hewan-hewan yang tidak bertulang belakang. Hewan dikelompokkan dalam kingdom animalia (Metazoa). Berdasarkan organisasi sel penyusun jaringan atau lapisan dan system pencernaannya dikelompokkan dalam 3 (tiga) golongan (Suwignyo dkk, 2005), yaitu :
9
a. Branch Parazoa (Filum Porifera): sel tersusun seperti lapisan, namun belum membentuk jaringan. Tubuh berlubang-lubang, tidak mempunyai mulut maupun rongga pencernaan.
b. Branch Mesozoa (Filum Mesozoa): pembagian kerja sel-sel agak jelas, yaitu beberapa sel di bagian tubuh berfungsi untuk reproduksi dan dibungkus oleh beberapa sel eksternal berfungsi untuk pencernaan. Hidup sebagai parasit.
c. Branch Eumetazoa: sel tersusun dalam bentuk organ atau jaringan sejati. Sistem pencernaan umumnya terdiri atas mulut, usus dan anus; beberapa jenis tidak mempunyai anus. Semua phyla hewan termasuk Eumetazoa kecuali Porifera dan mesozoa.
B. Pengertian Sistematika dan Taksonomi
Sistematika mempunyai hubungan yang sangat luas dengan evolusi, ekologi, genetika, behaviour dan fisiologi komparatif  mengatur organisme ke dalam sistem klasifikasi dan mencari jawaban bagaimana dan mengapa klassifikasi organisme dibuat serta mampu menguraikan hubungan kekerabatan diantara organisme satu dengan yang lainnya dan dengan lingkungan habitatnya. Jadi sistematika adalah ilmu tentang keanekaragaman organisme.
Hukum atau aturan yang memisah-misahkan berbagai hewan ke dalam kelompok besar dan kecil secara ilmiah disebut taksonomi yang berasal dari kata taxis berarti susunan dan nomos berarti hukum atau aturan. Taksonomi adalah teori dan praktek dalam mengklasifikasi organisme. Klasifikasi adalah penyusunan jenis-jenis hewan menjadi kelompok-kelompok besar dan kecil dalam suatu aturan, sedangkan nomenklatur meliputi tata cara pemberian nama jenis hewan atau kelompok hewan yang akan disusun dalam klasifikasi (Suwignyo dkk, 2005).
C. Aturan Pemberian Nama Ilmiah
Dalam pemberian suatu nama ilmiah diperlukan suatu sistem standar yang terlepas dari masalah bahasa, ras, agama dan budaya. Adapun aturan pemberian nama ilmiah (Winston, 1999):
a. Sistem penamaan adalah binomial Linnaeus
b. Terdiri atas dua kata, yaitu genus dan spesies
10
c. Kata genus terletak di awal dan dimulai penulisannya dengan huruf kapital dan nama spesies dengan huruf kecil
d. Nama genus, subgenus dan spesies ditulis miring atau diberi garis bawah
e. Nama taksa di atas genus ditulis dengan huruf tegak
f. Kalau nama genus telah ditulis sebelumnya, maka nama genus hanya diwakili oleh huruf pertama saja disertai titik (.). Genus adalah kata benda (noun)
g. Dalam suatu tulisan ilmiah, nama spesies dianggap tidak lengkap bila tidak disertai dengan nama penemunya dan rincian publikasinya. Spesies adalah kata sifat (adjective).
D. Hirarki Taksonomi Linnaeus
Kategori hirarki secara lengkap mengikuti ICZN (International Code of Zoological Nomenclature), namun secara umum standar tatanama binomial dapat dilihat pada tabel 1. (Simpson, 1961) :
Kingdom
Phylum
Superclass
Class
Subclass
Cohort
Superorder
Order
Suborder
Superfamily
Family
Subfamily
Tribe
Genus
Subgenus
Species
Subspecies
11
Tabel 1. Hirarki taksonomi Latin, Inggris dan Indonesia
Latin
Inggris
Indonesia
Keterangan
Regnum
Kingdom
Dunia
Subregnum
Subkingdom
Anak dunia
Phylum
Phylum
Filum
Subphylum
Subphylum
Anak filum
Divisio
Division
Divisi
Superclassis
Superclass
Super kelas
Classis
Class
Kelas
Subclassis
Subclass
Anak kelas
Ordo
Order
Bangsa
Superfamilia
Superfamily
Super suku
-OIDEA
Familia
Family
Suku
-IDEA
Subfamilia
Subfamily
Anak suku
-INAE
Genus
Genus
Marga
Species
Species
Jenis
BAB III. Penutup
Pengklasifikasian organisme dalam biologi begitu penting karena berkaitan dengan masyarakat dalam mengartikan dasar pengenalan mahluk hidup yang merupakan standar tatanama binomial.
Tugas : Buat pengklasifikasian organisme dari satu jenis hewan invertebrate. Masing-masing mahsiswa tidak boleh sama nama organismenya. Penilaian klasifikasi dilihat dari kelengkapan dan konsistensi pemakaian tatanama binomial.
DAFTAR PUSTAKA
Simpson, G. G. 1961. Principles of Animal Taxonomy. Columbia University Press, New York.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Winston, J. E. 1999. Describing Species: Practical Taxonomic Procedure for Biologists. Columbia University Press, New York.
12
BAB 3 Bahan Pembelajaran 2
JUDUL : FILUM PROTOZOA
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Protozoa adalah hewan yang paling sederhana di dunia, karena hewan tersebut hanya terdiri dari satu sel dan biasanya berukuran mikroskopis antara 5-5.000 mikron. Protozoa mempunyai keanekaragaman jenis yang sangat tinggi, habitat hidupnya di laut, air payau, air darat dan daratan yang lembab maupun pasir kering.
B. Ruang Lingkup Isi
1. Pengertian Filum Protozoa
2. Morfologi Tubuh Filum Protozoa
3. Sistem Reproduksi Filum Protozoa
4. Makan dan Cara Makan Filum Protozoa
5. Klasifikasi Filum Protozoa
6. Peranan Hewan Filum Protozoa
C. Kaitan Modul
Modul ini adalah modul Kedua dari modul avertebrata laut.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Pengertian Filum Protozoa
2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Filum Protozoa
3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Filum Protozoa
4. Menjelaskan Makan dan Cara Makan Filum Protozoa
5. Menjelaskan Klasifikasi Filum Protozoa
6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Protozoa
BAB II. Pembahasan
A. Pengertian Filum Protozoa
Protozoa berasal dari bahasa latin yakni proto dan zoon. Proto berarti yang pertama atau awal,dan Zoon berarti hewan, protozoa adalah hewan yang terdiri dari satu sel. Tidak seperti metazoan, protozoa tidak memiliki organ sejati, namun mampu melakukan semua kegiatan biologis. Proses-
13
proses tersebut dilakukan oleh bagian di dalam sel, yang disebut organel seperti vakuola kontraktil
B. Morfologi Tubuh Filum Protozoa
Protozoa terdiri dari protoplasma yang dibungkus membran sel yang berfungsi sebagai dinding sel. Protoplasma terdiri dari inti sel (nucleus) dan isi sel atau sitoplasma. Bagian terluar sitoplasma disebut ektoplasma dan bagian dalam disebut endoplasma.
Protozoa bergerak dengan menggunakan kaki semu (pseudopodia), cilia atau flagella (Gambar 2.1). Pseudopodia berasal dari penjuluran sitoplasma yang berkontraksi memanjang dan memendek secara lambat. Pseudopodia di bagi dalam empat tipe dasar bentuk penjuluran, yaitu : a) Lobopodia; penjuluran tumpul seperti lidah atau jari terdiri atas ektoplasma dan endoplasma pada Amoeba, b) Filopodia; penjuluran langsing, lembut seperti benang (filamen), terdiri dari ektoplasma saja pada Vampyrella, c) Reticulopodia; penjuluran panjang, halus dan terdiri atas ektoplasma saja pada Lieberkuhnia dan Globigerina, d) Axopodia; penjuluran seperti jarum, agak kaku dan semi permanen pada Actinophrys. Cilia atau bulu getar merupakan alat gerak yang berbentuk bulu-bulu halus, biasanya banyak dan selalu bergetar. Penyebaran cilia di seluruh permukaan sel tidak selalu merata, hingga berdasarkan susunan cilia dalam kelompok dapat dibedakan menjadi : a) Membran berombak; kumpulan cilia pendek yang tersusun dalam satu baris memanjang, b) Membranella; seperti membran kecil, terdiri atas beberapa cilia pendek saling melekat, dan tersusun dalam bentuk seri, c) Cirrus; rumpun cilia yang tumbuh menyatu berbentuk seperti kerucut panjang atau duri. Flagella merupakan alat gerak berupa protoplasma panjang seperti cambuk, berjumlah satu atau lebih tapi umumnya 2 helai (Suwignyo dkk, 2005).
14
A
B
C
Gambar 2.1. Pergerakan pada Protozoa. A. Lobopodia pada Amoeba. B.
Reticulopodia pada Globigerina. C. Flagella pada Ceratium (Barnes,
1994).
C. Sistem Reproduksi
Reproduksi seksual sangat sedikit diketahui pada Protozoa. Zygote
dihasilkan dari penyatuan dua sel. Reproduksi aseksual dengan cara
membelah diri menjadi dua atau banyak, budding (pertunasan) secara
eksternal atau internal. Pembelahan menjadi dua dapat terjadi secara
melintang atau membujur, sedangkan pembelahan menjadi banyak
biasanya dimulai dari inti sel, kemudian diikuti pembelahan individu
(Suwignyo dkk, 2005).
Apabila kondisi lingkungan memburuk, sebagian besar protozoa
membentuk siste (cyst) yang resisten terhadap kekeringan, dingin ataupun
panas. Pada dinoflagellata siste berbentuk seperti bola dimana flagella
menghilang, tidak bergerak dan biasanya melayang pada perairan atau
tenggelam di dasar perairan. Fase ini biasanya disebut Palmella. (Barnes,
1994)
D. Makan dan Cara Makan
Makanan dapat dihasilkan sendiri atau dari lingkungan sekitar. Seperti
halnya tumbuhan, protozoa yang dapat menghasilkan makanannya sendiri
melakukan fotosintesis. Banyak protozoa yang bersifat 14eterotro. Protozoa
yang tidak dapat melakukan fotosintesis, mendapatkan makanan dari
lingkungan sekitar dengan cara menelan benda padat, atau memakan
organisme lain seperti bakteri, jamur atau protozoa lain bersifat
14eterotroph (Gambar 2.2.). Protozoa yang bersifat 14eterotro dan
14eterotroph disebut amfitrof
15
Gambar 2.2. Didinium memakan Paramecium (Barnes, 1994).
Protozoa yang bersifat 15eterotroph dan didinding selnya terdiri dari
suatu membrane tipis, mengambil makanannya dengan cara membungkus
makanan kemudian menelannya ke dalam sitoplasma. Cara ini disebut
fagositosis. Pada jenis yang berdinding tebal, cara mengambil mangsanya
dengan menggunakan mulut sel yang disebut cytostome (Gambar 2.2.).
E. Klasifikasi
Pembagian filum Protozoa menjadi 3 subfilum berdasarkan alat geraknya
(Suwignyo dkk, 2005) :
1. Subfilum Sarcomastigophora; organelle untuk bergerak adalah flagella,
pseudopodia, atau tidak ada. Nucleus satu macam.
a. Kelas Mastigophora (=Flagela); bergerak dengan satu atau
beberapa buah flagella. Contoh pada Ceratium dan Euglena
(Gambar 2.3).
A
B
Gambar 2.3. A. Ceratium tripos (X100) (Foto penelitian), B. Euglena
(Barnes, 1994).
b. Kelas Opalina; organela seperti ciloa berjmlah banyak sekali
terdapat di seluruh permukaan tubuh. Contoh pada Opalina di dalam
usus amfibi (Gambar 2.4.D.)
c. Kelas Sarcodina(=Rhizopoda) bergerak dengan pseudopodia.
Misalnya Arcella, Amoeba, dan Globigerina. (Gambar 2.4.A-C)
16
A
B
C
D
Gambar 2.4. A. Arcella B.Amoeba C.Globigerina D. Opalina (Barnes, 1994)
2. Subfilum Sporozoa; tidak mempunyai alat gerak. Semua anggotanya
parasit. Contohnya Plasmodium vivax (penyebab malaria) dan
Sphaeromyxa parasit pada ikan
3. Subfilum Ciliophora; mempunyai cilia atau organel cilia pada sebagian
atau seluruh stadium hidupnya. Mempunyai dua macam nuclei.
a. Kelas Holotrichia; cilia sederhana, terdapat di seluruh atau sebagian
permukaan tubuh, cilia adoral biasanya tidak ada atau tidak jelas.
Contoh Paramaecium (Gambar 2.5.A).
b. Kelas Suctoria; cilia hanya ada pada stadium muda, dewasa
biasanya sessile, bertangkai dan mempunyai tentakel. Misalnya
Stentor (Gambar 2.5.B)
c. Kelas Peritricha; bentuk sel seperti lonceng atau jambangan.
Umumnya sessile. Jajaran cilia hanya pada bagian adoral dan
memutar berlawanan arah jarum jam terhadap cytostome
A
B
Gambar 2.5. A. Paramaecium, B. Stentor (Barnes, 1994).
F. Peranan Hewan Filum Protozoa
Beberapa jenis Protozoa merupakan makanan bagi anak ikan. Akan
tetapi, banyak juga yang hidup sebagai parasit baik pada hewan, tumbuhan
maupun pada manusia. Sebagian besar flagellata dan cialita merupakan
pakan alami. Parasit ikan antara lain Trichodina dan Ichthyophthirius dari
17
kelas ciliata. Parasit pada manusia antara lain Entamoeba histolytica dari kelas Sarcodina menyebabkan penyakit disentri. Ada pula jenis Protozoa yang menghasilkan racun seperti Gonyaulax yang menyebabkan red tide.
BAB III. Penutup
Filum Protozoa memiliki banyak peranan dalam kehidupan. Namun perlu diwaspadai karena banyaknya jenis yang lebih merugikan.
Tugas
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders College Publishing. USA.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta.
18
BAB 4 Bahan Pembelajaran 3
JUDUL : FILUM PORIFERA
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Spons nama yang dikenal masyarakat awam, adalah nama lain dari filum Porifera. Spons adalah hewan bersel banyak yang sangat primitif. Spons belum mempunyai organ maupun jaringan sejati. Walaupun tergolong hewan, kemampuan gerak sangat kecil dan bersifat sesil.
Pada awalnya porifera dianggap sebagai tumbuhan, baru pada tahun 1765 dinyatakan sebagai hewan setelah ditemukan adanya aliran air yang terjadi di dalam tubuh porifera. Dari 10.000 spesies porifera yang sudah diidentifikasi, sebagian hidup di laut dan hanya 159 species hidup di air tawar, semuanya famili Spongilidae. Umumnya terdapat di perairan jernih dangkal dan menempel di substrat. Beberapa menetap di dasar perairan berpasir atau berlumpur (Suwignyo dkk, 2005). Namun beberapa kelompok yang termasuk dalam spons kaca, hidup di laut yang dalam.
B. Ruang Lingkup Isi
1. Pengertian Filum Porifera
2. Morfologi tubuh Filum Porifera
3. Sistem Reproduksi Filum Porifera
4. Kebiasaan makan dan cara makan Filum Porifera
5. Klasifikasi Filum Porifera
6. Peranan Hewan Filum Porifera
C. Kaitan Modul
Modul ini adalah modul ketiga dari modul avertebrata laut.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Pengertian Filum Porifera
2. Menjelaskan Morfologi tubuh Filum Porifera
3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Filum Porifera
4. Menjelaskan Kebiasaan makan dan cara makan Filum Porifera
5. Menjelaskan Klasifikasi Filum Porifera
6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Porifera
19
BAB II. Pembahasan
A. Pengertian Filum Porifera
Porifera dalam bahasa latin : porus dan ferre. Porus berarti berpori
dan ferre berarti dinding. (Barnes, 1994). Dikenal juga sebagai spons.
B. Morfologi Tubuh Filum Porifera
Porifera atau spons memiliki bentuk tubuh yang sangat beragam,
mulai dari bentuk tabung, gumpalan, vas, menjalar, dan sebagainya.
Sebagian besar menempel pada substrat, namun ada juga yang berdiri
ditopang oleh semacam stalk (batang semu). Ukuran diameter tubuh
bervariasi antara beberapa millimeter hingga 2 meter. Sementara warna
spons juga beraneka ragam seperti ungu, biru, kuning, merah terang,
orange atau putih yang merupakan simbiosis dengan bakteri atau alga
bersel satu.
A B
C D
Gambar 3.1. Tipe morfologi spons. A. Asconoid; B. Syconoid sederhana;
C. Kompleks Syconoid; D. Leuconoid. (Barnes, 1994)
20
Ada 3 tipe saluran air spons yakni tipe asconoid, syconoid dan
leuconoid yang merupakan bentuk elaborasi dari permukaan choanoderm
dan mesohyl (gambar 3.1). Pada tipe asconoid, atriumnya besar dan tidak
terpartisi, pada tipe asconoid bagian tepi atrium terbagi menjadi sejumlah
rongga kecil dimana area permukaan choanocytes meningkat, sedangkan
pada tipe leuconoid atrium tereduksi menjadi semacam lorong-lorong
mesohyl dengan jaringan kanal air yang kompleks dan banyak rongga
berflagella (Fox, 2001). Contoh tipe saluran asconoid ditampilkan pada
genus Leucosolenia, sedangkan tipe syconoid dicontohkan pada genus
scypha.
A B
Gambar 3.2. Bentuk tubuh spons. A. Demosponge, Coelosphaera hatchii; B. Spons
karang, Merlia normani (vertical section); C. Demosponge, Haliclona
permollis; D. Demosponge, Microciona prolifera (Barnes, 1994).
C
21
.
Beberapa tipe sel pada spons adalah lapisan pinacocytes (sel kulit) dan lapisan choanocytes (sel pengumpul makanan dan pemompa air). Diantara kedua lapisan tersebut adalah lapisan gelatin mesohyl atau mesenchyme yang terdiri atas sclerocytes dan spongocytes (sel yang mensekresi skeleton), archeocytes, (sel yang mampu berubah menjadi bentuk sel lain pada spons yang sama), dan collenocytes (sel yang membetuk massa konektif (Fox, 2001).(Gambar 3.2)
Gambar 3.3. A. Struktur spons yang sederhana; B. Tipe sel secara umum pada Asconoid. (Barnes, 1994).
Struktur tubuh spons ditunjang oleh skeleton keras yang terdiri atas berbagai jenis spikula. Spikula adalah unsur keras seperti jarum, umumnya tersusun dari kalsium karbonat, atau 21ilica dan kolagen. Baik spikula maupun sel-sel spons semuanya terdapat di dalam matriks jelly berprotein. Tidak semua spons mempunyai skeleton, dan pada jenis ini skeleton tersusun dari jelly colloidal yang sederhana (Gambar.3.3).
22
Skeleton disekresi oleh sel-sel sclerocyte dan spongocyte. Tiap spikula disekresi secara interselular di sekitar fiber sponging. Unsur sketal inilah yang merupakan satu-satunya bagian dari sponge yang dapat diawetkan, sehingga menjadi petunjuk penting dalam penamaan secara morfologi dan taksonomi. Spikula ini dikelompokkan berdasarkan ukuran, jumlah axis, dan jumlah ray (pengait) (Gambar 3.4).
Berdasarkan ukurannya, spikula dibagi menjadi 2 kelompok (Fox, 2001):
1) Megasclere, spikula besar dengan ukuran panjang 0,1 > 1,0 mm; dapat bergabung membentuk bagan yang koheren.
2) Microsceler, spikula kecil berukuran panjang 0,01 – 0,1 mm; tersebar di seluruh tubuh.
Berdasarkan axis, spikula dibedakan atas 3 bentuk, yakni :
1). Monaxon, spikula dengan satu axis.
2). Triaxon, spikula dengan tiga axis; dan
3). Tetraxon, spikula dengan empat axis.
Selanjutnya berdasarkan jumlah ray dibagi menjadi 5 kelompok :
1). Monactine, spikula dengan satu ray;
2). Diactine, spikula dengan dua ray;
3). Traictine, spikula dengan tiga ray;
4). Hexactine, spikula dengan enam ray;
5). Polyactine, spikula dengan lebih dari enam ray
Gambar 3.4. Jenis spikula penyusunnya; (1) monaxon; (2, 3, 7) triaxon; (4, 5) tetraxon; (6) hexactine (Barnes, 1994).
C. Sistem Reproduksi Filum Porifera
Semua spons memiliki kemampuan reproduksi secara seksual, dan beberapa tipe mampu bereproduksi secara aseksual. Porifera mempunyai kemampuan regenerasi yang tinggi. Bagian spons yang terpotong akan mengalami regenerasi menjadi utuh kembali. Kemampuan regenerasi ada batasnya, misalnya potongan spons harus lebih besar dari 0,4 mm dan
23
mempunyai beberapa sel choanocyte supaya mampu melakukan
regenerasi menjadi spons baru yang kecil (Suwignyo dkk, 2005).
Reproduksi aseksual terjadi dengan cara pembentukan tunas
(budding) atau pembentukan sekelompok sel esensial terutama
amoebocyte, kemudian dilepaskan. Spons air tawar dan air laut
membentuk gemmule, yaitu tunas internal. Gemmule terbentuk dari
sekumpulan amoebocyte berisi cadangan makanan dikelilingi amoebocyte
yang membentuk lapisan luar yang keras dan acapkali terdapat spikula
sehingga membentuk dinding yang resisten (Gambar 3.5).
.
Gambar 3.5. A. Pembentukan tunas (budding); B. Gemmule Spongillidae;
C. Gemmule Spongilla (Barnes, 1994).
Reproduksi seksual terjadi baik pada spons yang hermaproduktif,
namun sel telur dan sperma diproduksi pada waktu yang berbeda sperma
dan telur dihasilkan oleh amoebyte osculum bersama aliran air dan masuk
ke individu lain melalui ostium juga bersama aliran air. Dalam spongocoel
atau feagelated chamber, sperma akan masuk ke choanocyte atau
amoebocyte. Sel amoebocyte berfungsi sebagai pembawa sperma menuju
sel telur, terjadilah pembuahan (fertilisasi), perkembangan embrio sampai
menjadi larva berflagella masih di dalam mesohyl. Larva berflagella disebut
juga larva amphiblastula. Keluar dari mesohyl dan bersama aliran air keluar
dari tubuh induk melalui osculum. Larva amphiblastula berenang bebas
beberapa saat kemudian menempel pada substrat tumbuh menjadi besar
dan dewasa (Gambar 3.6).
24
(C)
(D)
Gambar 3.6. A. Sperma Porifera; B. Oocyte pada Ephydatia fluviatilis
(Demospongiae); C.Sperma dikeluarkan keperairan; D. Oocyte
menempel pada substrat (Barnes, 1994).
D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Porifera
Porifera mendapatkan makanan dengan menyaring air. Air
mengandung partikel yang sangat kecil 80% partikel yang kurang dari 5 μm
dan 20% terdiri atas bakteri, dinoflagellata dan nanoplakton partikel yang
berukuran 5 μm – 50 μm dimakan dan dibawa oleh amoebocyte.
Tidak semua Porifera mendapatkan makanan dengan cara filter
feeder. Spons carnivora dari genus Asbestopluma (Gambar 3.7)
memperlihatkan bagaimana spons dalam memangsa crustacean.
25
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Gambar 3.7. A-D Asbestopluma menangkap crustacean; E.berselang 15 menit
Asbestopluma mengeluarkan tentakel; F-I Asbestopluma menelan
crustacean. (Barnes, 1994).
E. Klasifikasi Filum Porifera
Porifera terdiri dari 4 kelas berdasarkan jenis spikulanya, yaitu
Calcarea, Hexactinellida, Demospongiae dan Sclerospongae (Suwignyo
dkk, 2005).
1. Kelas Calcarea (Gambar 3.8A); spikula kapur, monaxon, triaxon atau
tetraxon, permukaan tubuh berbulu, warna suram, terdiri dari 2 bangsa
yaitu: Homocoela dengan tipe asconoid, dinding tubuh tipis dan
Heterocoela dengan tipe syconoid atau leuconoid, dinding tubuh tebal
2. Kelas Hexactinellida .(Gambar 3.8B); spons kaca, spikula silikat,
hexactinal, beberapa bersambungan seperti kaca, tipe syconoid, bentuk
tubuh silindris, datar atau bertangkai, terdiri dari 2 bangsa yaitu :
26
Hexasterophora dengan spikula kecil hexactinal dan Amphidiscophora
dengan spikula kecil yang berkait pada kedua ujungnya.
3. Kelas Demospongiae (Gambar 3.8C); spikula silikat, serat spons atau
keduanya atau tidak ada; bila ada spikulanya monaxon atau tetraxon,
tipe leuconoid. Terdiri dari 2 subkelas, yaitu: Tetractinellida dengan 3
bangsa; Myxospongia, Carnosa dan Choristida, dan Monaxonida
dengan 4 bangsa: Hadromerida, Halichondrida, Poecilosclerida dan
Haplosclerida
4. Kelas Sclerospongiae (Gambar 3.8D); spons karang. Berbeda dengan
spons kelas lainnya, spons karang menghasilkan rangka CaCO3
(aragonit) yang terjalin dalam serat-serat spons hingga sepintas lalu
mirip batu koral. Spikula silikat, monaxon, banyak ditemukan di daerah
terumbu karang pada continental slope.
A
B
C
D
Gambar 3.8. A. Leucetta, dari kelas Calcarea; B. tiga contoh dari kelas
Hexasterophora; C. Agelas dari kelas Demospongiae; D. Spons
karang dar i kelas Sclerospongiae (Barnes, 1994).
F. Peranan Hewan Filum Porifera
Beberapa jenis spons air laut seperti spons jari berwarna orange
axinella conabina diperdagangkan untuk menghias aquarium air laut,
adakalanya di di ekspor ke Singapura dan Eropa. Jenis spons dari Keluarga
Clionidae mampu mengebor dan menembus batu karang dan cangkang
moluska, sehingga membantu pelapukan pecahan batu karang dan
cangkang moluska yang berserakan di tepi pantai. Ada pula spons yang
tumbuh pada kerang-kerangan tertentu dan mengganggu peternakan tiram
(Gambar 3.9).
Selain itu porefera yang dijadikan obat kontrasepsi (KB), sebagai
campuran bahan industri (kosmetik), mempunyai nilai estetika yang tinggi.
27
Manfaat bagi sumber daya perairan adalah dimanfaatkan sebagai tempat
perlindungan dan sebagai makanan hewan lain.
A
B
Gambar 3.9. Spons pengebor; A. Siphonodictyon coralliphagum; B.Cliona (circular
oscula)
BAB III. Penutup
Filum Porifera ini merupakan hewan yang berpori yang sangat
bermanfaat bagi sumber daya manusia maupun bagi sumber daya perairan
itu sendiri. Saat ini mulai dikembangkan untuk pengobatan dan bahan
kosmetik
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders
College Publishing. USA.
Fox, R. 2001. Invertebrata Zoolegs. Leboratry Exercise. Hhtp/www.Lander
edition/rsfor/310 porifera lab.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air
Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta.
28
BAB 5 Bahan Pembelajaran 4
JUDUL : FILUM CNIDARIA DAN CTENOPHORA
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Filum Cnidaria disebut juga Coelenterata. Berbeda dengan protozoa, coelenterata mempunyai rongga pencernaan (gastrovascular cavity) dan mulut, namun anus tidak ada. Terdapat sekitar 9500 jenis, kebanyakan hidup di laut dan hanya 14 jenis dari kelas. Hydrozoa hidup di air tawar biasanya terdapat di perairan dangkal dan melekat pada substrat dan terumbu karang. Coelentrata hidup mulai dari periode camabrian sampai sekarang (Suwignyo dkk, 2005).
Beberapa zoolog menganggap Ctenophora merupakan filum tersendiri. Tubuhnya mempunyai lapisan mesoderm, tidak mempunyai nematoksis dan tentakelnya mengandung zat-zat pelekat untuk menangkap mangsa. Semua hidup di laut. Seperti halnya Cnidaria namun Ctenophora memiliki anus.
B. Ruang Lingkup Isi
1. Pengertian Filum Cnidaria dan Ctenophora
2. Morfologi Tubuh Cnidaria dan Ctenophora
3. Sistem Reproduksi Cnidaria dan Ctenophora
4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Cnidaria dan Ctenophora
5. Klasifikasi Cnidaria dan Ctenophora
6. Peranan Hewan Filum Cnidaria dan Ctenophora
C. Kaitan Modul
Modul ini adalah modul keempat dari modul avertebrata laut.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Pengertian Filum Cnidaria dan Ctenophora
2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Cnidaria dan Ctenophora
3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Cnidaria dan Ctenophora
4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Cnidaria dan Ctenophora
5. Menjelaskan Klasifikasi Cnidaria dan Ctenophora
6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Cnidaria dan Ctenophora
29
BAB II. Pembahasan
A. Pengertian Filum Cnidaria dan Ctenophora
Filum Cnidaria, berasal dari kata cnide (bahasa Yunani) yang berarti sengat. Nama lain Cnidaria adalah Coelenterata. Coelenterata (dalam bahasa yunani, coelenteron = rongga) adalah invertebrata yang memiliki rongga tubuh.Rongga tubuh tersebut berfungsi sebagai alat pencernaan (gastrovaskuler). Sedangkan Ctenophora berasal dari kata ctenos (Yunani) yang berarti sisir, dan phoros yang berarti dinding. (Suripto,. 2007).
B. Morfologi Tubuh Cnidaria dan Ctenophora
Ukuran tubuh Cnidaria beraneka ragam. Ada yang penjangnya beberapa milimeter, misal Hydra dan ada yang mencapai diameter 2 m, misalnya Cyanea.Tubuh Cnidaria simetris radial dengan bentuk berupa medusa atau polip.Medusa berbentuk seperti lonceng atau payung yang dikelilingi oleh “lengan-lengan” (tentakel). Polip berbentuk seperti tabung atau seperti medusa yang memanjang.
Cnidaria merupakan hewan diploblastik karena tubuhnya memiliki dua lapisan sel, yaitu ektoderm (epidermis) dan endoderm (lapisan dalam atau gastrodermis) (Gambar 4.1). Ektoderm berfungsi sebagai pelindung sedang endoderm berfungsi untuk pencernaan.Sel-sel gastrodermis berbatasan dengan coelenteron atau gastrosol. Gastrosol adalah pencernaan yang berbentuk kantong.Makanan yang masuk ke dalam gastrosol akan dicerna dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh sel-sel gastrodermis. Pencernaan di dalam gastrosol disebut sebagai pencernaan ekstraseluler.Hasil pencernaan dalam gasrosol akan ditelan oleh sel-sel gastrodermis untuk kemudian dicerna lebih lanjut dalam vakuola makanan. Pencernaan di dalam sel gastrodermis disebut pencernaan intraseluler. Sari makanan kemudian diedarkan ke bagian tubuh lainnya secara difusi. Begitu pula untuk pengambilan oksigen dan pembuangan karbondioksida secara difusi. Cnidaria memiliki sistem saraf sederhana yang tersebar berbentuk jala yang berfungsi mengendalikan gerakan dalam merespon rangsangan. Sistem saraf terdapat pada mesoglea. Mesoglea adalah lapisan bukan
30
sel yang terdapat diantara lapisan epidermis dan gastrodermis. Gastrodermis tersusun dari bahan gelatin (Barnes, 1994).
Gambar 4.1. Morfologi tubuh Cnidaria dalam bentuk polip dan medusa. (Http://1.bp.blogspot.com)
Ctenophora disebut sea walnut, comb jellies, atau ubur-ubur sisir, karena secara vertical, tubuhnya terbagi oleh 8 helai pita yang tampak seperti deretan sisir cilia, berwarna putih, jingga atau ungu. Tubuh biasanya transparan dan yang primitif mempunyai sepasang tentakel bercabang, tanpa nematocyst. Sisir cilia merupakan tenaga penggerak bagi ctenophora.
Dinding tubuh terdiri dari epidermis. Di bawah epidermis terdapat semacam mesenkhim tebal, setaraf dengan mesoglea pada Cnidaria. Mesenkhim Ctenophora mempunyai sel otot sejati, suatu hal yang tidak ada pada Cnidaria. (Gambar 4.2)
31
Keterangan Gambar
1 Anal canal
2 Anal pore
3 Apical sense organ
4 Aboral canal
5 Tentacle
6 Infundibulum
7 Transverse canal
8 Interradial canal
9 Tentacle sheath
10 Tentilla
11 Ctenes of comb row
12 Mouth
13 Pharynx
14 Pharyngeal canal
15 Tentacle canal
16 Meridional canal
17 Adradial canal
Gambar 4.2. Morfologi tubuh Ctenophora (Barnes, 1994).
C. Sistem Reproduksi Cnidaria dan Ctenophora
Ada 2 cara perkembangbiakan Cnidaria, yaitu : aseksual (vegetatif) dan seksual (generatif) (Suripto,. 2007):
1. Aseksual (Vegetatif); Dilakukan dengan membentuk kuncup pada kaki pada fase polip. Makin lama makin besar, lalu membentuk tentakel. Kuncup tumbuh disekitar kaki sampai besar hingga induknya membuat kuncup baru, lalu menjadi koloni.
2. Seksual (Generatif); Dilakukan dengan peleburan sel sperma dengan sel ovum (telur) yang terjadi pada fase medusa. Letak testis di dekat tentakel sedangkan ovarium dekat kaki. Sperma masak dikeluarkan lalu berenang hingga menuju ovum. Ovum yang dibuahi akan membentuk zigot. Mula-mula zigot tumbuh di ovarium hingga menjadi larva. Larva bersilia (planula) berenang meninggalkan induk dan membentuk polip di dasar perairan.
32
Gambar 4.3. Reproduksi Aseksual dan Seksual pada Cnidaria (http://gurungeblog.wordpress.com)
Semua Ctenophora adalah hermafrodit. Gonad berbentuk 2 helai pita yang terletak pada tiap dinding kanal meridional yang menebal; yang sehelai adalah ovari dan yang lain adalah testis (Gambar 4.4.A-B). Telur dan sperma biasanya dilepas ke air melalui mulut. Pembuahan terjadi di air laut, beberapa jenis mengerami telurnya. Hasil pembuahan ialah larva cydippid yang berenang bebas, berbentuk bulat lonjong menyerupai bentuk Cydippidea dewasa (Gambar 4.4C).
33
C.
Gambar 4.4. A. Struktur saluran Gastrovascular; B. Gonad pada dinding
meridional; C.Larva Ctenophora menyerupai Cydippidea dewasa
(Barnes, 1994).
D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Cnidaria dan Ctenophora
Cnidaria hidup bebas secara heterotrof dengan memangsa
plankton dan hewan kecil di air.Mangsa menempel pada knidosit dan
ditangkap oleh tentakel untuk dimasukkan kedalam mulut.Habitat
Cnidaria seluruhnya hidup di air, baik di laut maupun di air tawar.
Sebagaian besar hidup dilaut secara soliter atau berkoloni. Ada yang
melekat pada bebatuan atau benda lain di dasar perairan dan tidak
dapat berpindah untuk bentuk polip, sedangkan bentuk medusa dapat
bergerak bebas melayang di air. (Gambar 4.5)
A
B
C
D
E
Gambar 4.5.A-D Amplexidiscus senestrafer, memangsa ikan; E. Epiactis
prolifora memangsa plankton (Barnes, 1994).
34
Sebagai karnivor, Ctenopora memakan zooplankton kecil
seperti jelly fish, copepod, larva moluska, larva crustacea, telur ikan dan
larva ikan (Gambar 4.6)
Gambar 4.6. A. Jelly fish; B-D. Haeckelia rubra memangsa tentakel jelly fish;
E. Setelah beberapa menit, jelly fish telah kehilangan
tentakelnya. (Barnes, 1994).
E. Klasifikasi Cnidaria dan Ctenophora
Filum Cnidaria; dikelompokkan menjadi 4 kelas berdasarkan
bentuk, ukuran dan daur hidupnya, yaitu :
1. Kelas Hydrozoa; polip soliter atau koloni, ukuran kecil tidak
menyolok. Dalam daur hidupnya terdapat bentuk polip, medusa atau
kedua-duanya. Umumnya mempunyai velum. Terdiri dari 5 bangsa;
Hydroida, Trachylina, Siphonophora, Chondrophora dan Actinulida.
2. Kelas Scyphozoa; bentuk polip selalu kecil, sedangkan medusa
umumnya besar yang biasa disebut ubur-ubur. Tidak mempunyai
velum. Terdiri dari 4 bangsa; Stauromedusae, Coronatae,
Semaeostomae dan Rhizostomae.
3. Kelas Cubozoa; hanya medusa dengan bentuk persegi yang datar,
mempunyai velum. Terdiri dari satu bangsa yakni Cubomedusae
dengan dua keluarga , Chirodropidae dan Carybdeidae.
4. Kelas Anthozoa; selalu dalam bentuk polip, tidak ada stadia medusa
dalam daur hidupnya, soliter atau koloni. Terdiri dari 3 subkelas;
Octocorallia (Alcyonaria) dengan 8 bangsa yaitu : Alcyonacea,
Gastraxonacea, Gorgonacea, Helioporacea, Pennatulacea,
Protoalcyonaria, Stolonifera, dan Telestacea. Subkelas Hexacorallia
(Zoantharia) dengan 4 bangsa yaitu : Actiniaria, Corallimorpharia,
Scleractinia (Madreporaria), dan Zoanthidea. Subkelas
35
Ceriantipatharia dengan 2 bangsa yaitu : Antipatharia dan Ceriantharia.
Filum Ctenophora semuanya hidup di laut. Dikelompokkan menjadi 2 kelas berdasarkan ada tidaknya tentakel, yaitu :
1. Kelas Tentaculata; mempunyai tentakel. Terdiri dari 6 bangsa; Cydippida, Lobata, Cestida, Ganeshida, Platyctenida, dan Thalassocalycida.
2. Kelas Nuda; tidak mempunyau tentakel. Hanya satu bangsa yakni Beroida.
F. Peranan Hewan Filum Cnidaria dan Ctenophora
Beberapa jenis Cnidaria diperdagangkan sebagai bahan makanan dan sebagai ikan hias untuk aquarium laut dan diekspor ke Singapura, Eropa, Amerika Serikat dan Canada. Mempunyai nilai etika yang tinggi sehingga banyak turis-turis datang hanya untuk melihat terumbu karang. Sebagai sumber bahan industri contohnya batu karang untuk pembangunan rumah. Bagi sumber daya perairan, merupakan tempat hidup hewan lainnya, dan dijadikan sebagai tempat untuk mencari makanan.
Beberapa jenis Ctenophora diperdagangkan sebagai bahan makanan dan sebagai ikan hias untuk aquarium laut. Namun ada pula yang merugikan budidaya karena memakan larva tiram.
BAB III. Penutup
Perlunya perhatian yang lebih serius karena peranannya yang begitu besar dari sektor lingkungan dan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders College Publishing. USA.
http://gurungeblog.wordpress.com Akses tanggal 19 November 2010
Http://1.bp.blogspot.com Akses tanggal 03 September 2010
Suripto, A. Bambang. 2007. Catatan Singkat Taksonomi Hewan Avertebrata. Lab. Taksonomi Hewan Fakultas Biologi UGM
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta
36
BAB 6 Bahan Pembelajaran 5
JUDUL : FILUM MOLUSKA
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Anggota dari filum Moluska mempunyai bentuk tubuh yang sangat beraneka ragam, dari bentuk silindris seperti cacing dan tidak mempunyai kaki maupun cangkang, sampai bentuk hampir bulat tanpa kepala dan tertutup dua keping cangkang besar.
Kebanyakan Moluska mempunyai kaki yang besar dan datar untuk hidup sebagai hewan bentik. Kaki berotot dan bagian telapak kaki mengandung banyak kelenjar lender dan cilia. Gerakan kaki dilakukan oleh otot kaki atau perpaduan cilia dengan lendir.
B. Ruang Lingkup Isi
1. Pengertian Filum Moluska.
2. Morfologi Tubuh Moluska.
3. Sistem Reproduksi Moluska.
4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Moluska.
5. Klasifikasi Moluska.
6. Peranan Hewan Filum Moluska.
C. Kaitan Modul
Modul ini adalah modul kelima dari modul avertebrata laut
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Pengertian Filum Moluska.
2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Moluska.
3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Moluska.
4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Moluska.
5. Menjelaskan Klasifikasi Moluska.
6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Moluska.
37
BAB II. Pembahasan
A. Pengertian Filum Moluska
Moluska berasal dari bahasa latin molluscus yang berarti lunak. Jadi Moluska berarti hewan yang bertubuh lunak. Jenis moluska yang umum dikenal adalah siput, kerang dan cumi-cumi (Barnes, 1994).
B. Morfologi Tubuh Moluska
Tubuh moluska simetri bilateral, tertutup mantel yang menghasilkan cangkang dan mempunyai kaki ventral (Gambar 5.1). Saluran pencernaan lengkap dan di dalam rongga mulut terdapat radula kecuali pada pelecypoda. Radula adalah bentuk seperti lidah atau kikir yang lentur, terletak di bagian anterior saluran pencernaan pada semua moluska (Gambar 5.2). Radula terdiri atas tulang muda yang disebut odontophore. Di atas odontophore terdapat pita radula yang berisi beberapa baris gigi chitin kecil-kecil dengan ujung mengarah ke belakang. Yang mengatur penjuluran odontophore keluar mulut dan gerakan gigi radula adalah otot protaktor. Tergantung jenisnya, radula Moluska merupakan organ untuk mengeruk lumut (scrapping), merumput (browsing, grazing), mengebor (boring) atau mengalami modifikasi untuk menangkap mangsa pada jenis predator. Mulut berhubungan dengan oesophagus, perut dan usus yang melingkar, anus terletak pada tepi dorsal rongga mantel di bagian posterior. Sisa pencernaan berbentuk pelet yang padat, sehingga rongga mantel dan insang tidak tercemar oleh buangan tersebut. Kebanyakan moluska mempunyai kaki yang besar (Suwignyo dkk, 2005).
Gambar 5.1.Anatomi Moluska secara umum (Sherman and Sherman, 1970).
38
(B)
(E)
Gambar 5.2. Bentuk tubuh Moluska; A. Kelas Polyplacophora, B. Kelas
Cephalopoda, C.Kelas Gastropoda, D. Kelas Bivalvia, dan E.
Scaphopoda (Barnes, 1994).
C. Sistem Reproduksi Moluska
Pada umumnya reproduksi hewan filum moluska adalah dieocious
dengan sebuah gonad (ovari atau testes) terletak dekat saluran
pencernaan dalam massa visceral (Gambar 5.1). Namun beberapa jenis
ada pula yang hermaphrodit. Nephridium kamar berfungsi untuk jalan
keluar sperma atau telur. Telur dilindungi pembungkus semacam agar,
pembuahan di luar, di air laut, dan menetas menjadi trochopore yang
berenang bebas, kemudian menjadi veliger. Pada jenis gastropoda lain
terjadi perkawinan (copulation) dan pembuahan di dalam, kemudian
telur dibungkus semacam agar dan dikeluarkan dalam bentuk rangkaian
kalung, pita, atau berkelompok, ada pula telur yang dibungkus albumin
dan dikelilingi kapsul atau cangkang serta dilekatkan pada substrat
(Suwignyo dkk, 2005).
39
Untuk jenis cephalopoda umumnya dioecius, gonad terletak di
ujung posterior dan selalu terjadi perkawinan (Gambar 5.3). Sperma
yang dihasilkan oleh testes dialirkan ke seminal veciele dikumpulkan
dan dibungkus dalam semacam kapsul yang disebut spermatophora.
(Pechnik, 1991)
Gambar 5.3. Sistem reproduksi pada moluska; A. Betina pada Cephalopoda,
B. Jantan pada Cephalopoda, C. Hermaphrodit pada Gastropoda
(Crepidula, jantan & betina) (Barnes, 1994).
D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Moluska
Kebiasaan makan dari filum moluska ini berbeda-beda sesuai
dengan spesies masing-masing. Untuk kelas Monoplacophora, dan
Scaphopoda deposit feeder. Sedang untuk jenis gastropoda adalah
herbivora, karnivora, ciliary feeder, deposit feeder, parasit maupun
scavenger. Untuk kelas Cephalopoda semuanya karnivora. Sedang
untuk jenis Polyplacophora adalah herbivora dan karnivora. Untuk kelas
Aplacophora, deposit feeder dan parasit. (Suwignyo dkk, 2005).
Untuk kelas bivalvia kebiasaan makannya adalah coliary feeder
karena sebagai deposit feeder maupun filter feeder, cilia memegang
peran penting dalam mengalirkan makanan ke mulut. Tidak punya
radula karena semua makanan yang masuk ke mulut sudah disortir oleh
polip. Makanan yang terbungkus lender dari mulut masuk lambung
melalui oesophagus. (Ruppert, 1994)
40
E. Klasifikasi Moluska
Berdasarkan bentuk tubuh, bentuk dan jumlah cangkang, serta
beberapa sifat lainnya, filum Moluska dibagi 7 kelas (Barnes, 1994):
1. Monoplacophora;
Jenis yang hidup baru ditemukan pada tahun 1952 di jurang
dasar Samudra Pasifik di lepas pantai Costa Rica. Sejumlah 11 jenis
semuanya termasuk dalam satu bangsa. Bentuk tubuhnya seperti
siput kecil ukurannya 3 mm sampai 3 cm. tubuh bagian dorsal
tertutup sebuah cangkang. Bagian ventral terdapat sebuah kaki
dikelilingi rongga mantel yang luas (Suwignyo dkk, 2005). Dalam
mantel terdapat insang dan ginjal, kepala tampak jelas, saluran
pencernaan lengkap, mulut dilengkapi radula, anus dibagian
posterior, deposit feeder, reproduksi sexual dicecius pembuahan di
luar (Gambar 5.4).
(A)
41
Gambar 5.4. Morfologi dan anatomi Monoplacophora (Neopilina); A.
Tampak dorsal (cangkang), B. Tampak ventral, C. Foto pada
tampak ventral, D. Anatomi organ tampak ventral dengan
menyingkirkan kaki (Barnes, 1994).
2. Polyplacophora
Bentuk tubuh lonjong dan pipih dorsoventral, panjang tubuh
antara 3 mm sampai 40 cm dan berwarna gelap. Pada bagian dorsal
terdapat 8 keping cangkang pipih yang tersusun seperti genting dan
dikelilingi mantel tebal (girdle). Kepala tersembunyi dibawah anterior
girale, tidak mempunyai mata maupun tentrakel, mempunyai radula
yang besar dengan deretan gigi banyak sekali, kaki lebar dan datar
serta ssunan cangkang seperti genting. Diantara kaki dan tepi
mantel pada kedua sisi tubuh chiton terdapat rongga mantel. Di
dalam rongga mantel terdapat insang 6 sampai 88 pasang (Gambar
5.5).
42
(C)
Gambar 5.5. Morfologi dan anatomi Polyplacophora; A. Tampak dorsal,
B. Tampak ventral, C. jenis chiton Tonicella lineate, D-E.
Anatomi organ. (Barnes, 1994).
Pada umumnya chiton bersifat dioecius, pembuahan di luar
atau di dalam tubuh. Sperma meninggalkan individu jantan bersama
aliran air keluar. Pembuahan terjadi di dalam telur disimpan dalam
rongga mantel, dimana terjadi pembuahan dengan sperma yang
masuk bersama aliran masuk. Telur menetas menjadi larva
trocophore yang berenang bebas. (Suwignyo dkk, 2005).
Kelas Polyplacophora yang telah ditemukan 600 jenis hidup
dan 350 jenis fosil terdiri dari 3 bangsa yaitu : 1) Lepidopleurida, 2)
Ischnochitonida dan 3) Acanthochitonida (Barnes, 1994).
3. Aplacophora
Tidak mempunyai cangkang. Sebagai pengganti cangkang,
seluruh tubuh tertutup sisik yang mengarah ke posterior. Terdiri dari
43
2 subkelas; Chaetodermomorpha (=Caudofoveata) dan Neomeniomorpha (=Solenogastres) (Gambar 5.6)
a) Chaetodermomorpha (=Caudofoveata); Bentuknya silindris dan tidak mempunyai cangkang panjang tubuh 2 mm sampai 14 mm, tidak mempunyai kaki dan mantel menutup seluruh tubuh. Sisik tertanam pada kultikula yang mengandung khitin yang dihasilkan epidermis mantel. Hidup sebagai benthos laut di dalam liang dengan kepala berada dibagian bawah untuk memakan sedimen dan bagian ujung posterior mencuat di atas lubang.
b) Neomeniomorpha (=Solenogastres); Bentuk tubuh seperti cacing, memanjang menurut sumbu anterior posterior, tidak mempunyai cangkang, kepala tidak jelas, tidak mempunyai ekskresi maupun gonoduct, tidak mempunyai radula. Tubuh agak pipih secara lateral dan mempunyai lekukan ventral dengan sebuah guratan kecil diduga sebagai kaki yang mengecil. Mantel menutupi tubuh kecuali yang berlekuk. Pada mantel terdapat selapis atau beberapa lapis sisik kapur, atau spikula di bawah lapisan kultikula.
4. Gastropoda
Berasal dari kata gastro artinya perut, poda artinya kaki, jadi gastropoda adalah hewan yang kakinya di perut. Cangkang tunggal, bentuk sangat bervariasi (spire, conical, concave), sebagian berkatup (operculum), mempunyai cangkang yang mengalami peristiwa torsi. Torsi adalah peristiwa memutarnya cangkang beserta mantel, rongga mantel dan massa visceral sampai 180o berlawanan arah terhadap kaki dan kepala (Gambar 5.7). Hidup diberbagai habitat seperti batu, karang, karang mati, pasir dan lumpur. (Suwignyo dkk, 2005).
44
Gambar 5.6. Bentuk tubuh Aplacophora; A – G. Bentuk tubuh eksternal dengan jenis yang berbeda. H-I. Bentuk tubuh internal (Barnes, 1994).
45
Bentuk cangkang umumnya seperti kerucut dari tabung yang melingkar. Puncak kerucut yang merupakan bagian yang tertua disebut apex. Sumbu kerucut disebut columella. Badan yang terbesar disebut body wood dan bagian-bagian kecil disebut spire (ulir). Aperture adalah bukaan cangkang, tempat tersembulnya kepala dan kaki. Bila aperture dihadapkan pada kita dengan apex ke atas dinamakan dekstral apabila aperture disebelah kanan dan disebut sinistral apabila aperture letaknya disebelah kiri. Terdiri dari 3 subkelas; Prosobranchia, Opisthobranchia dan Pulmonata
Gambar 5.7. Bentuk morfologi keong (Gastropoda) (Abbot, 1992).
a) Prosobranchia; massa visceral mengalami torsi 1800, tentakel sepasang, insang sebuah atau sepasangndi anterior jantung; umumnya dioecious, biasanya mempunyai cangkang dan operculum. Terdiri dari 3 bangsa yaitu; Archeogastropoda, Mesogastropoda dan Neogastropoda (Gambar 5.8A).
b) Opisthobranchia; mempunyai sebuah insang, sebuah serambi (auricle) dan sebuah nephridium, mengalami detorsi dan umumnya cangkang dan rongga mantel hilang, biasanya terdapat 2 tentakel pada kepala, hermafrodit, umumnya di laut. Terdiri dari 8 bangsa yaitu; Cephalaspidea, Pyramidellacea, Acochlidiacea, Anaspidea, Notaspidea, Saccoglossa, Thecosomata dan Nudibranchia (Gambar 5.8B).
46
c) Pulmonata; meliputi siput air tawar dan siput darat, sedikit di laut.
Biasanya mempunyai cangkang, tanpa operculum, kepala
dengan 1 atau 2 pasang tentakel, hermafrodit. Terdiri dari 7
bangsa yaitu; Archaeopulmonata, Basommatophora, Mesurethra,
Orthurethra, Sigmurethra, Stylommatophora dan
Systellommatophora (Gambar 5.8C).
(A)
(B)
(C)
Gambar 5.8 A. Subkelas Prosobranchia bangsa Archeogastropoda, B.
Subkelas Opisthobranchia bangsa Nudibranchia dan C.
Subkelas Pulmonata bangsa Stylommatophora (Barnes, 1994).
5. Bivalvia/Pelecypoda
Tubuh pelecypoda pipih secara lateral dan seluruh tubuh
tertutup 2 keping cangkang yang berhubungan di bagian dorsal
dengan adanya hinge ligament yaitu semacam pita plastik yang
terdiri dari bahan organik seperti zat tanduk (conchiolin) sama
dengan periostrakum dan bersambungan dengan periostrakum
cangkang. Kedua keping cangkang pada bagian dalamnya juga
ditautkan oleh sebuah otot aduktor anterior dan posterior yang
bekerja secara antagonis dengan hinge ligament. Bila otot aductors
rileks, ligament berkerut, maka kedua keping cangkang akan terbuka
demikian pula sebaliknya. (Gambar 5.9) (Suwignyo dkk, 2005).
Mantel pada pelecypoda berbentuk jaringan yang tipis dan
lebar menutup seluruh tubuh dan terletak di bawah cangkang. Pada
tepi mantel terdapat tiga lapisan dalam, tengah dan luar. Lipatan
dalam adalah yang paling tebal dan berisi otot radial dan otot
melingkar. Lapisan tengah mengandung alat indera. Lapisan luar
sebagai penghasil cangkang. Permukaan dalam dari lapisan luar
menghasilkan periostrakum dan permukaan luarnya menghasilkan
47
lapisan kapur, antara epitel mantel dan permukaan cangkang bagian
dalam terdapat rongga yang berisi cairan ekstraparial yang
mengendap menjadi butiran-butiran kapur serta kerangka
organiknya.
(A)
(B)
(C)
Gambar 5.9. Morfologi dan anatomi Bivalvia; A. Morfologi internal
cangkang, B. Anatomi Bivalvia, C. Morfologi eksternal
Bivalvia. (Barnes, 1994).
Pelecypoda terdiri dari 3 subkelas yaitu; Protobranchia,
Lamellibranchia dan Septibranchia (Suwignyo dkk, 2005).
a) Protobranchia; primitif, filamen insang pendek dan tidak melipat,
permukaan kaki datar dan menghadap ke ventral, otot aduktor 2
buah. Terdiri dari 2 bangsa yaitu : Nuculacea dan Solenomyacea
b) Lamellibranchia; filamen insang memanjang dan melipat seperti
huruf W, antar filamen dihubungkan oleh cilia (filisbranchia) atau
jaringan (eulamellibranchia). Terdiri dari 6 bangsa yaitu :
Taxodonta, Anisomyaria, Heterodonta, Schizodonta, Adapedonta
dan Anomalodesmata.
c) Septibranchia; insang termodifikasi menjadi sekat antara rongga
inhalant dan rongga suprabranchia, yang berfungsi sebagai
pompa. Hidup di laut dalam.
6. Scaphopoda
Bentuk cangkang menyerupai “gading” sehingga disebut
“tuskshell”, kedua kutup cangkang terbuka, hidup didasar perairan
yang berpasir atau berlumpur. Rongga mantel luas, terletak
sepanjang tepi ventral aperture posterior berfungsi sebagai aliran air
masuk dan keluar (Gambar 5.10).
48
(A)
(B)
Gambar 5.10. Scaphopoda, A. Hidup dalam substrat, B. Anatomi organ
dalam (Barnes, 1994).
7. Cephalopoda
Tubuh cephalopoda memanjang menurut sumbu dorso
ventral. Cephalopoda tidak mempunyai bentuk kaki yang lebar dan
datar. Bagian anterior kaki embrio cephalopoda tumbuh menjadi
tangan atau tentakel yang mengelilingi mulut dan bagian
posteriornya membentuk corong atau siphon berotot pada bukaan
rongga mantel.
Cangkang cephalopoda pada umumnya mengecil dan terletak
di dalam kecuali pada nautikus. Cangkangnya di luar, melingkar
pada suatu bidang datar (planospiral) simetris bilateral dan menutup
seluruh tubuh beserta kepalanya. Dari ujung posterior massa
visceral terdapat siphuncle ialah jaringan tubuh berbentuk seperti tali
panjang, yang berfungsi untuk menghasilkan gas ke dalam kamarkamar
kosong. Akhirnya cangkang menjadi ringan dan memudahkan
untuk berenang (Gambar 5.11). Octopus tidak mempunyai cangkang
hidup sebagai bentik.
49
(C)
Gambar 5.11. Cephalopoda, A-B. Morfologi eksternal Loligo sp. C. Anatomi
Nautilus sp (Barnes, 1994).
Terdiri dari 3 subkelas, yaitu; Nautiloidea, Ammonoidea dan
Coleoidea (Suwignyo dkk, 2005).
a) Nautiloidea; cangkang melingkar dalam satu bidang datar atau
lurus, bersekat-sekat dan mempunyai siphuncle, kepala dikelilingi
sejumlah besar tentakel rektraktil tanpa mangkuk penghisap,
insang dua pasang, nephridia dua pasang dan osphradia, tidak
ada kelenjar tinta, mata tanpa lensa. Nautilus satu-satunya marga
yang ada sekarang dengan 3 jenis, N. scrobilatus, N.pompilus
dan N.macrophalus.
b) Ammonoidea; semua fosil, cangkang eksternal, melingkar
dengan sekat-sekat dan suture yang kompleks.
c) Coleoidea; cangkang internal atau tidak ada, tentakel sedikit
dilengkapi mangkuk penghisap, mempunyai sepasang insang
dan sepasang nephridia. Terdiri atas 5 bangsa yaitu:
Belemnoidea, Sepioidea, Teuthoidea, Octopoda dan
Vampyromorpha.
F. Peranan Hewan Filum Moluska
Peranannya bagi sumber daya perairan adalah merupakan
sumber makanan bagi hewan yang lain. Juga dijadikan tempat
perlindungan dan tempat meletakkan telur bagi hewan yang lain dan
sebagai tempat berlindung bagi hewan air lainnya. Sebagai obat-obatan
50
terutama jenis bivalvia (pelecypoda). Bagi sumber daya manusia, merupakan sumber makanan yang bergizi, juga diekspor ke luar negeri dengan nilai jual yang tinggi. Dapat dijadikan sebagai bahan industri contohnya cangkang dari jenis gastropoda dan pelecypoda yang dijadikan kancing baju dengan harga yang mahal (dari jenis lola (Trochus). Sedangkan dari pelecypoda sebagai penghasil mutiara.
BAB III. Penutup
Filum Moluska ini sangat besar peranannya dalam kehidupan, dari segi ekonomi dan ekologi. Untuk itu perlu pengembangan jenis-jenis yang bernilai ekonomis tinggi dan konservasi bagi jenis-jenis yang bernilai ekologis.
DAFTAR PUSTAKA
Abbot, R. T. and P. Dance. 1992. Compendium of Seashells. Crawford House Press.Australia: 411pp.
Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders College Publishing. USA.
Dharma, B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells II). Wiesbaden,Hemmen. 135 pp.
Pechnik, J.A. 1991. Biology of The Invertebrates. Second Edition. Win C. Brown Publishers Dubuque. Hal 269-341
Sherman, I.W. dan V.G. Sherman. 1970. The Invertebrates: Function and Form. A Laboratory Guide. The Macmillan Company. Gollier-Macmillan Ltd. London.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta
51
BAB 7 Bahan Pembelajaran 6
JUDUL : FILUM PLATYHELMINTHES
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Filum Platyhelminthes merupakan filum yang paling primitif di antara semua fila dalam grade Bilateria. Anggota dari filum Platyhelminthes dengan bagus menggambarkan perubahan-perubahan dari bentuk nenek moyang planuloid yang biradial menjadi bentuk bilateral yang kompleks.
B. Ruang Lingkup Isi
1. Pengertian Filum Platyhelminthes
2. Morfologi Tubuh Filum Platyhelminthes
3. Sistem Reproduksi Filum Platyhelminthes
4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Platyhelminthes
5. Klasifikasi Filum Platyhelminthes
6. Peranan Hewan Filum Platyhelminthes
C. Kaitan Modul
Modul ini adalah modul keenam dari modul avertebrata laut
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Pengertian Filum Platyhelminthes
2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Filum Platyhelminthes
3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Filum Platyhelminthes
4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Platyhelminthes
5. Menjelaskan Klasifikasi Filum Platyhelminthes
6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Platyhelminthes
BAB II. Pembahasan
A. Pengertian Filum Platyhelminthes
Berasal dari kata Yunani Platy : pipih dan helminthes : cacing. Umumnya tubuh cacing ini pipih dorso-ventral, merupakan kelompok hewan yang pertama memperlihatkan pembentukan lapisan dasar ketiga yaitu mesodermis. Adanya mesodermis pada embrio inilah yang
52
memungkinkan terbentuknya sebagian besar sistem organ pada kelompok hewan ini (Suwignyo dkk, 2005).
B. Morfologi Tubuh Filum Platyhelminthes
Bilateral symetris; tubuh tidak bersegmen; pipih. Lapisan tubuhnya: ectoderm, mesoderm, dan endoderm (Triploblastik). Epidermis lunak bercilia atau tertutup cuticula, dan dengan alat pengisap atau kait untuk meletakkan diri pada inang. Sudah memiliki organ sederhana, misalnya pharynx yang bersifat musculer, organ genitalia, organ excretoria, systema gastrovasculare (sama dengan phylum Coelenterata), ocelli (titik mata). Mempunyai jaringan otot; rongga-rongga diantara alat-alat dalam diisi oleh massa jaringan mesodermal (parenchyma), tidak memiliki rongga badan (acelom) dan tidak memiliki anus.
(A)
(B)
Gambar 6.1. Platyhelminthes; A. Morfologi secara umum, B. Anatomi Turbelaria (Barnes, 1994).
C. Sistem Reproduksi Filum Platyhelminthes
Tergantung jenisnya, reproduksi terjadi secara aseksual, seksual atau kedua-duanya. Perkembangbiakan aseksual dengan pertunasan atau fission. Proses reproduksi aseksual berkaitan erat dengan regenerasi. Regenerasi dalam hal ini berarti melakukan penggantian atau perbaikan bagian tubuh yang rusak atau hilang oleh luka atau sebab lain. Regenerasi tidak hanya mencakup sebagian tubuh saja,
53
melainkan juga suatu reorganisasi menyeluruh dari jaringan untuk
membentuk organ dan bagian tubuh yang baru (Gambar 6.2).
Platyhelminthes secara umum hermaprodit. Reproduksi seksual
dengan cara kopulasi. Pembuahan sendiri merupakan peristiwa yang
jarang terjadi (Gambar 6.3).
(1)
(2)
Gambar 6.2. Reproduksi; (1) Aseksual, A. Fission, B-C. Regenerasi, (2)
Seksual, A. Kondisi archoophoran, B. Kondisi neoophoran, C.
Kopulasi hermaprodit. (Barnes, 1994).
54
Gambar 6.3 A. Perkawinan pada planaria. B. Peneluran pada Stylochus
(Barnes, 1994).
D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Platyhelminthes
Makan dan cara makan dari Platyhelminthes beraneka ragam,
misalnya karnivora, scavenger (memakan bangkai), komensal dan
parasit. Umumnya mangsa ditangkap dengan cara melilitnya dan
menyelubunginya dengan lender, kemudian melekatkannya ke substrat.
Tergantung jenisnya, mangsa ditelan seluruhnya, sedikit-sedikit atau
ditusuk dengan pharynx. Sel kelenjar pada enteron menghasilkan enzim
proteolitik untuk menghancurkan makanan. Makanan yang telah hancur
ditelan oleh sel phagocyte, dan pencernaan diselesaikan secara
intraselular. Jenis yang hidup komensal terdapat dalam rongga mantel
moluska dan insang crustacean. Jenis parasit hidup dalam usus
moluska dan rongga tubuh echinodermata (Suwignyo dkk, 2005).
E. Klasifikasi Filum Platyhelminthes
Terdiri dari 4 kelas yaitu : Turbelaria, Monogenea, Trematoda dan
Cestoda. Hanya Turbelaria yang hidup bebas, sedangkan yang lain
hidupp sebagai parasit (Suwignyo dkk, 2005).
1. Turbelaria; bentuk tubuh lonjong sampai panjang, pipih dorso-ventral
dan tidak mempunyai ruas sejati. Adakalanya pada bagian kepala
terdapat tonjolan, berbentuk tentakel atau pelebaran sisi kepala,
disebut aurikel. Tubuh dilindungi epidermis bercilia dan mengandung
banyak kelenjar lender, mulut di bagian ventral dan mempunyai
rongga pencernaan kecuali bangsa Acoela. Terdiri dari 15 bangsa
yaitu : Acoela, Catenulida, Haplopharyngida, Lecithoepitheliata,
55
Macrostomida, Nemertodermatida, Neorhabdocoela, Polycladida,
Prolecithophora, Proplicastomata, Proseriata, Rhabdocoela, Seriata,
Temnochepalida dan Tricladida (Gambar 6.4.A).
2. Monogenea; ektoparasit dengan satu inang, adakalanya di sekitar
mulut terdapat alat penghisap, di ujung posterior terdapat
opisthaptor. Terdri dari 2 subkelas yaitu : Monopisthocotylea dan
Polyopisothocotylea(Gambar 6.4.C).
3. Trematoda; dikenal dengan sebutan “flukes”, kebanyakan
endoparasit, beberapa eksoparasit, tubuh tertutup kutikula,
mempunyai satu atau dua alat penghisap untuk menempel pada
inang. Terdri dari 2 subkelas yaitu : Aspidogastrea dan Digenea.
(Gambar 6.4.D).
4. Cestoda; tubuh pipih, panjang, tertutup kutikula, dewasa tidak
mempunyai alat pencernaan dan alat indera, endoparasit dengan
dua inang atau lebih, dewasa pada usus vertebrata. Terdiri dari 2
subkelas yaitu : Cestodaria dan Eucestoda (Gambar 6.4.B).
(A)
(B)
Gambar 6.4. A. Turbelaria, B. Cestoda, C. Monogenea dan D. Trematoda
(Barnes, 1994).
56
F. Peranan Hewan Filum Platyhelminthes
Mengingat banyaknya hewan filum Platyhelminthes bersifat parasit, ini berarti merugikan bagi hewan dan khususnya pada manusia.
BAB III. Penutup
Hewan ini perlu perhatian yang serius karena peranannya bagi sumber daya manusia maupun sumber daya perairan itu lebih banyak yang merugikan.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders College Publishing. USA.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta
57
BAB 8 Bahan Pembelajaran 7
JUDUL : FILUM SIPUNCULA DAN ECHIURA
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Filum Sipuncula merupakan kelompok hewan kecil. Hidup sebagai benthos laut, dari daerah pasang surut sampai kedalaman 4.600 m. Dapat dikatakan sebagai hewan sedentari, artinya hidup menetap dan tidak berkeliaran. Terdapat pada substrat lumpur dan pasir, dalam lubang non-permanen, dan beberapa jenis tinggal dalam cangkan siput, atau dalam lubang cacing polychaeta dan celah batu. Ada pula yang mengebor batu karang.
Seperti halnya filum Sipuncula, Echiura kebanyakan tinggal dalam liang di pasir atau lumpur pada pantai yang dangkal, dalam rongga atau celah batu karang dan beberapa di tempat yang dalam. Kedua filum ini dikelompokkan ke dalam kelompok cacing tak bersegmen.
B. Ruang Lingkup Isi
1. Pengertian Filum Sipuncula dan Echiura
2. Morfologi Filum Tubuh Sipuncula dan Echiura
3. Sistem Reproduksi Filum Sipuncula dan Echiura
4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Sipuncula dan Echiura
5. Klasifikasi Filum Sipuncula dan Echiura
6. Peranan Hewan Filum Sipuncula dan Echiura
C. Kaitan Modul
Modul ini adalah modul ketujuh dari modul avertebrata laut
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Pengertian Filum Sipuncula dan Echiura
2. Menjelaskan Morfologi Filum Tubuh Sipuncula dan Echiura
3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Filum Sipuncula dan Echiura
4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Sipuncula dan Echiura
5. Menjelaskan Klasifikasi Filum Sipuncula dan Echiura
58
6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Sipuncula dan Echiura
BAB II. Pembahasan
A. Pengertian Filum Sipuncula dan Echiura
Sipuncula berasal dari kata latin siphunculus yang berarti tabung
kecil. Biasa juga disebut sebagai “peanut worms” karena bentuknya seperti
kacang tanah. Echiura berasal dari kata latin echis yang berarti mirip
sendok (Barnes, 1994).
B. Morfologi Filum Tubuh Sipuncula dan Echiura
Bentuk tubuh Sipuncula seperti buah labu, panjang dan langsing,
serta sangat retraktil. Bagian anterior yang lebih ramping disebut introvert,
karena seluruh bagian tersebut dapt ditarik masuk ke dalam badan yang
lebih gemuk di bagian posterior. Di ujung anterior introvert terdapat mulut
yang dikelilingi rumbai-rumbai, lobus atau tentakel, yang dilengkapi cilia
(Gambar 7.1).
Gambar 7.1 Anatomi Sipuncula (A) Sipunculus nudus dan (B) Golfingia vulgaris
(Barnes, 1994).
Bentuk Echiura bulat panjang, mempunyai proboscis tetapi tidak
dapat ditarik ke dalam badannya (Gambar 7.2). Panjang proboscis
bervariasi, umumnya lebih pendek daripada badan. Namun Ikeda, dari
pantai Jepang mempunyai panjang tubuh 40 cm dengan proboscis 1,5 m.
59
Permukaan tubuh halus atau dihiasi kutil-kutil yang tersusun melingkar atau
tidak beraturan.
(D)
Gambar 7.2. A. Echiurus, B. Listriolobus, C. Bonellia viridis dimana Betina lebih
besar dari Jantan, D. Urechis caupo (Barnes, 1994).
.
C. Sistem Reproduksi Filum Sipuncula dan Echiura
Sipuncula dioecious, pembuahan diluar. Telur dan sperma
dikeluarkan melalui metanephridia. Perkembangan langsung atau melalui
stadia trochophore yang berenang bebas satu hari sampai satu bulan,
kemudian mengalami metamorfosa menjadi cacing muda dan turun ke
dasar laut (Gambar 7.3). Beberapa jenis Sipuncula melakukan reproduksi
aseksual dengan membuat sekatan dan membelah dua pada bagian
posterior badan.
Reproduksi seksual pada Echiura, dioecious, pembuahan eksternal
di air laut, kecuali Bonelia. Telur menetas menjadi larva trochophore yang
berenang bebas sebagai meroplankton, kemudian turun ke dasar laut dan
tumbuh menjadi Echiura muda yang hidup sebagai benthos (Gambar 7.4).
60
Gambar 7.3. Perkembangan Sipuncula A. Larva Muda Golfingia, B. Larva stadium
akhir Golfingia, C. Larva stadium akhir Phascolosoma, D.
Metamorfosa menjadi juvenile Sipuncula, E-F. Scanning Elektron
larva muda Siphonosoma (Barnes, 1994).
(A)
(B)
(C)
(D)
Gambar 7.4. Foto SEMS oleh Martyn Apley dalam perkembangan Echiura jenis
Urechis caupo. A. Embrio berumur 6 hari, B. Larva muda, C. Larva
stadium akhir, D.Metamorfosa menjadi juvenile Echiura (Barnes,
1994).
D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Sipuncula dan Echiura
Sebagai deposit feeder, Sipuncula tidak selektif dalam hal makanan.
Memakan segala macam butir-butir makanan yang mengendap di dasar
perairan dengan menggunakan tentakelnya yang bercilia. Beberapa jenis
menelan substrat pada waktu membuat liang, dan mencerna
mikroorganisme yang terkandung di dalamnya. Mulut berhubungan dengan
61
esophagus, dan usus yang memanjang dan melipat di ujung posterior,
menuju anterior dalam bentuk memilin seperti pegas. Anus terdapat di
ujung anterior badan di bagian dorsal. Kecuali pada Onchnesoma, anus
terletak pada introvert (Suwignyo dkk, 2005).
Sebagian besar Echiura memakan detritus dengan cara menelan
detritus yang terperangkap pada lendir di bagian dalam proboscis (Gambar
7.5).
(D)
Gambar 7.5 A. Tatjanellia grandis Probosis dikeluarkan pada permukaan sedimen
sementara tubuh terbenam dalam sedimen, B. Urechis caupo yang
membenamkan seluruh tubuh dalam sedimen, C-D. Probosis pada
Echiura yang hidup di laut dalam (Barnes, 1994).
E. Klasifikasi Filum Sipuncula dan Echiura
Identifikasi Sipuncula antara lain berdasarkan panjang relative
introvert terhadap badan, bentuk mulut, tentakel dan nuchal organ.
Sipuncula terbagi atas dua kelas, yaitu : Phascolosomida dan Sipunculida.
Phascolosomida terdiri dari dua bangsa yaitu : Aspidosiphoniformes dan
Phascolosomiformes. Sedangkan Sipunculida terdiri dari dua bangsa yaitu :
Golfingiaformes dan Sipunculiformes (Barnes, 1994).
62
F. Peranan Hewan Filum Sipuncula dan Echiura
Bagi sumber daya perairan, sangat penting karena membantu difusi oksigen dalam sedimen.
BAB III. Penutup
Perlu penelitian yang lebih lanjut mengingat perannya dalam sedimen dan dapat hidup hingga di laut yang dalam.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders College Publishing. USA.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta
63
BAB 9 Bahan Pembelajaran 8
JUDUL : FILUM ANNELIDA
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Filum Annelida mencakup berbagai jenis cacing yang mempunyai ruas-ruas sejati. Tubuh terbagi menjadi ruas-ruas yang sama sepanjang sumbu anterior posterior. Terdiri dari sekitar 75.000 jenis. Umumnya berukuran 5-10 cm dengan diameter 2-10 mm. Annelida terdapat di laut, air payau, air tawar dan beberapa di darat (Suwignyo dkk, 2005).
B. Ruang Lingkup Isi
1. Pengertian Filum Annelida
2. Morfologi Tubuh Filum Annelida
3. Sistem Reproduksi Filum Annelida
4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Annelida
5. Klasifikasi Filum Annelida
6. Peranan Hewan Filum Annelida
C. Kaitan Modul
Modul ini adalah modul kedelapan dari modul avertebrata laut
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Pengertian Filum Annelida
2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Filum Annelida
3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Filum Annelida
4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Annelida
5. Menjelaskan Klasifikasi Filum Annelida
6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Annelida
BAB II. Pembahasan
A. Pengertian Filum Annelida
Annelida berasal dari bahasa Latin annelus berarti cincin kecil-kecil dan oidos berarti bentuk. Jadi Annelida berarti cacing berbentuk sejumlah cincin kecil yang diuntai (Suwignyo dkk, 2005).
64
B. Morfologi Tubuh Filum Annelida
Ciri khas filum Annelida adalah tubuh terbagi menjadi ruas-ruas
yang sama sepanjang sumbu anterior posterior. Istilah lain untuk ruas
tubuh yang sama adalah metamere, somite atau segmen. Bagian tubuh
paling anterior disebut prostomium bukan suatu ruas. Demikian pula di
bagian ujung posterior yang di sebut pigidium, terdapat anus (Gambar
8.1). Segmentasi pada Annelida tidak hanya membagi otot dinding
tubuh saja, melainkan juga menyekat rongga tubuh atau coelom dengan
sekatan yang dinamakan septum, jamak septa (Gambar 8.2). Tiap
septum terdiri atas dua lapis peritoneum, masing-masing berasal dari
ruas di muka dan di belakangnya.
Gambar 8.1. Morfologi Annelida secara umum dari kelas polychaeta (Barnes,
1994).
Gambar 8.2. Ruas-ruas tubuh Annelida (Barnes, 1994).
C. Sistem Reproduksi Filum Annelida
Secara relatif, Annelida mempunyai kemampuan yang besar untuk
melakukan regenerasi. Tentakel, palp atau bagian tubuh yang kecil
lainnya, apabila putus atau rusak akan segera tumbuh yang
baru(Gambar 8.3). Beberapa jenis cacing bahkan dapat melakukan
autotomi, namun pada lintah tidak dapat melakukan regenerasi bahkan
reproduksi secara aseksual tidak dapat dilakukan.
65
Gambar 8.3. Reproduksi Aseksual pada Annelida; A. Regenerasi Pada
Parapodium, B.Aseksual dengan pemisahan antar segmen, C-D.
Pertunasan, E.Epitoke dengan transformasi langsung pada Palola
viridis (Barnes, 1994).
Reproduksi seksual umumnya dioecious, adapula yang
hermaprodit. Pada dasarnya hampir semua ruas menghasilkan gamet.
Reproduksi seksual melibatkan dua ekor cacing, pada waktu
perkawinan terjadi pertukaran sperma, yang disimpan dalam
spermatheca (Gambar 8.4). Beberapa hari setelah perkawinan, clitellum
menghasilkan lendir yang menyelubungi ruas-ruas anterior dan
clitellum, kemudian menghasilkan dinding kokon. Telur dikeluarkan
setelah dibuahi dan diletakkan di tanah.
66
Gambar 8.4. Perkawinan dan pembentukan kokon pada cacing tanah, Lumbricus; A. Morfologi eksternal dengan alat reproduksi, B. Anatomi segmen 9-15, C.Epithelium clitellum, D.Perkawinan dua ekor cacing, E. Transfer sperma, F. Pembentukan dinding kokon, G. Telur dikeluarkan dari gonopore betina, H. Kokon dikeluarkan setelah menerima sperma dari spermatheca, I.Transfer sperma langsung, J. Kopulasi cacing tanah (Barnes, 1994).
D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Annelida
Cara makan Annelida bermacam-macam sesuai kebiasaan hidupnya. Karnivora atau raptorial feeder, dilakukan oleh kebanyakan dari jenis errantia. Mangsa terdiri atas berbagai avertebrata kecil, yang ditangkap dengan pharynx atau probosis yang dijulurkan. Pada probosis
67
biasanya terdapat sepasang rahang khitin atau lebih (Gambar 8.5).
Tidak semua Annelida yang mempunyai rahang termasuk karnivora,
banyak juga yang herbivora. Dalam hal ini rahang digunakan untuk
memotong ganggang. Jenis dari nereis ada yang karnivora, omnivora,
herbivora dan ada pula yang pemakan detritus. Ada pula yang deposit
feeder secara langsung atau tidak langsung dan penyaring makanan
atau filter feeder
(C)
(E)
(F)
Gambar 8.5. A-C. Pharynx atau probosis yang dijulurkan, D. Filter feeder, E.
Deposit feeder langsung, F. Deposit feeder tidak langsung
(Barnes, 1994).
E. Klasifikasi Filum Annelida
Filum Annelida meliputi tiga kelompok besar, yaitu Kelas
Polychaeta, Oligochaeta dan Hirudinea (Barnes, 1994).
1. Kelas Polychaeta; dari bahasa Yunani poly berarti banyak dan
chaeta berarti setae atau sikat, mempunyai tubuh beruas-ruas di
luar dan di dalam, ruas tubuh banyak dan mempunyai parapodia
dengan setae banyak, bentuk kepala jelas, dan mempunyai tentakel,
(D)
68
umumnya di laut (Gambar 8.6.A). Dibagi menjadi tiga subkelas;
Errantia dengan 14 keluarga, Sedentaria dengan 8 keluarga dan
Archiannelida dengan 3 keluarga.
2. Kelas Oligochaeta; dari bahasa Yunani oligos berarti sedikit dan
chaeta berarti sikat, terkenal dengan jenis cacing tanah dan
tubifex(Gambar 8.6.B). Dibagi menjadi 3 bangsa yaitu; Lumbriculida,
Tubificida dan Haplotaxida.
3. Kelas Hirudinea; biasa disebut lintah, mudah dikenal dari bentuknya
yang khas yaitu adanya 2 buah alat penghisap, anterior dan
posterior, sehingga lintah dapat menempel dengan erat pada kedua
ujungnya, tidak mempunyai parapodia maupun setae, tetapi
mempunyai clitellum yang menghasilkan kokon (Gambar 8.6.C).
Dibagi menjadi 2 bangsa yaitu; Acanthobdellida dan
Rhynchobdellida.
(A)
(B)
(C)
Gambar 8.6. Annelida; A. Polychaeta, B. Oligochaeta (tubifex), C.Hirudinea)
(Barnes, 1994).
F. Peranan Hewan Filum Annelida
Annelida merupakan makanan alami yang baik bagi udang dan
ikan. Namun ada pula yang merugikan karena merupakan inang
perantara beberapa parasit ikan. Pada abad ke-19 di Eropa dan Rusia,
Hirudo medicinalis digunakan pada pengobatan tradisional untuk
69
menyembuhkan bengkak, memar dan bengkak pada gigi. Saat ini di Indonesia sudah diperkenalkan sebagai pengobatan alternatif.
BAB III. Penutup
Filum Annelida ini merupakan hewan yang sangat bermanfaat bagi sumber daya manusia maupun bagi sumber daya perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders College Publishing. USA.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Swadaya. Jakarta
70
BAB 10 Bahan Pembelajaran 9
JUDUL : FILUM ARTHROPODA SUBFILUM CHELICERATA
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Subfilum Chelicerata meliputi berbagai jenis laba-laba, kalajengking, tungau dan mimi. Kebanyakan anggotanya berukuran kecil dan hidup di daratan pada daerah yang kering dan hangat. Banyak jenis Chelicerata yang mempunyai kelenjar racun dan rahang atau taring beracun sebagai sarana untuk membunuh mangsa, kemudian menghisap cairan tubuh atau jaringan lunaknya.
B. Ruang Lingkup Isi
1. Pengertian Subfilum Chelicerata
2. Morfologi Tubuh Subfilum Chelicerata
3. Sistem Reproduksi Subfilum Chelicerata
4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Chelicerata
5. Klasifikasi Subfilum Chelicerata
6. Peranan Hewan Subfilum Chelicerata
C. Kaitan Modul
Modul ini adalah modul kesembilan dari modul avertebrata laut
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Pengertian Subfilum Chelicerata
2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Subfilum Chelicerata
3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Subfilum Chelicerata
4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Chelicerata
5. Menjelaskan Klasifikasi Subfilum Chelicerata
6. Menjelaskan Peranan Hewan Subfilum Chelicerata
71
BAB II. Pembahasan
A. Pengertian Subfilum Chelicerata
Chelicerata berasal dari bahasa Yunani chele berarti capit dan
keros berarti tanduk. Jadi Chelicerata adalah hewan yang bercapit
tanduk.
B. Morfologi Tubuh Subfilum Chelicerata
Tubuh dengan ciri khas unik, terbagi ats 2 bagian yaitu prosoma
dan opisthosoma yang tampak jelas, kecuali pada Acarina. Berbeda dari
filum Arthropoda lain dimana tubuh terdiri atas cephalothoraks dan
abdomen.Pada prosoma terdapat enam pasang apendik bersendi, yaitu
sepasang chelicerae, sepasang pedipalpi dan empat pasang kaki.
Antena dan mandibel tidak ada. Sedangkan pada opisthosoma terdapat
12 somites dan sebuah post-segmental telson (Gambar 9.1).
Gambar 9.1 Morfologi Chelicerata kelas Merostomata (Limulus); A.Tampak
Dorsal, B. Tampak ventral (Barnes, 1994).
72
Gambar 9.2. Morfologi Arachnida (laba-laba); A. Tampak dorsal, B. Tampak
lateral, C.Tampak ventral (Barnes, 1994).
Gambar 9.3. Morfologi Pygnogonida (Barnes, 1994).
Berbeda dengan kelas Merostomata, Arachnida memiliki abdomen
yang tidak memiliki apendik pada opisthosoma (Gambar 9.2).
Sedangkan pada kelas Pygnogonida, tubuh panjang dan langsing,
kepala atau cephalon dengan proboscis di ujung anteriornya, bagian
leher mengecil dan memiliki mata pada bagian dorsalnya (Gambar 9.3)
73
C. Sistem Reproduksi Subfilum Chelicerata
Chelicerata termasuk hewan dioecious, hanya sedikit yang diketahui parthogenetik (pada beberapa kalajengking). Jantan dengan penis hanya pada bangsa Opiliones dan Acarina. Pembuahan di luar terjadi saat telur dikeluarkan oleh betina (Gambar 9.4).
Gambar 9.4. Perkawinan pada laba-laba; A. Tarantula, B. Linyphiid, C. Xysticus (Barnes, 1994).
D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Chelicerata
Makanan dan cara makan dari Chelicerata beraneka ragam, untuk kelas Merostomata sebagai hewan omnivora, mimi memakan moluska, cacing dan juga ganggang yang tumbuh di substrat. Makanan diambil mimi dengan chelicerae dan dialirkan ke bagian gnatobase untuk dilumatkan, kemudian disalurkan ke mulut. Untuk kelas Arachnida sebagai hewan karnivora dan parasit atau inang perantara berbagai penyakit. Semua Pygnogonida karnivora dan memakan polip coelenterate, bryozoa serta spons. Beberapa jenis menggunakan probosis untuk menghisap jaringan mangsa, sedang jenis lain mencabut polip dengan menggunakan chelicerae dan memasukkannya ke mulut di ujung probosis. Saluran pencernaan lengkap, anus terletak di ujung posterior (Suwignyo dkk, 2005).
74
E. Klasifikasi Subfilum Chelicerata
Chelicerata terdiri atas 3 kelas, yaitu : Merostomata, Arachnida dan Pygnogonida.
1. Merostomata; terdiri dari 2 bangsa yaitu Xiphosura (mimi) dan Eurypterida. Pada masa kini tinggal 4 jenis dari 3 keluarga yang masih hidup, yaitu Limulus polyphemus, Tachypleus tridentatus, Tachypleus gigas (mimi bulan) dan Carcinoscorpius rotundicauda (mimi ranti) (Mayunar dkk, 1997). Sedangkan Eurypterida merupakan fosil pada periode Ordovician.
2. Arachnida; termasuk dalam kelas ini adalah laba-laba, kalajengking, tungau (mite) dan kutu (ticks). Terdapat lebih dari 62.000 jenis yang termasuk dalam 11 bangsa, perlunya perhatian khusus karena kaitannyadengan tatanan ekonomi kehidupan manusia. Bidang ilmu khusus tentang arachnida disebut acarologi. Adapun bangsa dari Arachnida adalah; Acari, Amblypygi, Araneae, Opiliones, Palpigradi, Pseudoscorpionida, Ricinulei, Schizomida, Scorpiones, Solpugida, dan Uropygi (Barnes, 1994).
3. Pygnogonida; dikenal sebagai laba-laba laut (sea spider), karena bentuknya seperti laba-laba dan berjalan di dasar laut, pada koloni hydroid dan bryozoa. Diketahui 1.000 jenis yang termasuk dalam satu bangsa yaitu Pantopoda.
F. Peranan Hewan Subfilum Chelicerata
Beberapa jenis merupakan hama tumbuhan dan jenis lainnya merupakan parasit pada manusia dan ternak atau menjadi inang perantara berbagai protozoa dan virus yang menyebabkan penyakit tertentu.
BAB III. Penutup
Besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh tungau dan kutu, menjadi perhatian bagi manusia, bahkan banyak yang menjadikan aracologi sebagai ilmu parasitologi.
75
Tugas : Buat poster 1 organisme dari Subfilum Chelicerata (tdk termasuk Arachnida). Penilaian Gambar 30%, Deskripsi 30%, Klasifikasi 30% dan Sumber Pustaka 10%. Setiap mahasiswa tidak boleh sama organismenya
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders College Publishing. USA.
Mayunar, M. Eidman dan Sri Redjeki. 1997. Beberapa Aspek Biologi Mimi Bulan. Tachypleus gigas (Muller) yang Tertangkap di Perairan Teluk Banten. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia (1997) vol :V(1): 23-31.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta
76
BAB 11 Bahan Pembelajaran 10
JUDUL : FILUM ARTHROPODA SUBFILUM CRUSTACEA
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kebanyakan jenis Crustacea mendominasi plankton laut maupun air tawar, beberapa jenis merupakan benthos yang penting, baik sebagai jenis interstisial maupun makroskopis, dan tidak sedikit yang hidup sebagai parasit. Copepoda, krill dan rebon sebagai zooplankton laut mempunyai kedudukan sangat penting dalam rantai makanan di laut sebagai penghubung antara fitoplankton (produsen) dengan predator.
B. Ruang Lingkup Isi
1. Pengertian Subfilum Crustacea
2. Morfologi Tubuh Subfilum Crustacea
3. Sistem Reproduksi Subfilum Crustacea
4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Crustacea
5. Klasifikasi Subfilum Crustacea
6. Peranan Hewan Subfilum Crustacea
C. Kaitan Modul
Modul ini adalah modul kesepuluh dari modul avertebrata laut
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Pengertian Subfilum Crustacea
2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Subfilum Crustacea
3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Subfilum Crustacea
4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Crustacea
5. Menjelaskan Klasifikasi Subfilum Crustacea
6. Menjelaskan Peranan Hewan Subfilum Crustacea
BAB II. Pembahasan
A. Pengertian Subfilum Crustacea
Crustacea berasal dari kata crusta (bahasa Yunani) berarti kulit keras atau kerak.
77
B. Morfologi Tubuh Subfilum Crustacea
Tubuh crustacea dapat dibedakan menjadi kepala, thorax dan
abdomen. Tubuhnya beruas-ruas biasanya disebut somite, metamere, atau
body segments. Tiap ruas tubuh mempunyai sepasang apendik (anggota
badan) yang biramus dan jumlahnya banyak.
Ruas-ruas pembentuk kepala pada semua crustacean tumbuh
menjadi satu. Penyatuan kepala dengan ruas thorax disebut cephalothorax
dan ditutupi oleh kerapas dibagian dorsalnya. Kerapas merupakan
pelebaran dan melipatnya bagian posterior kulit kepala. Biasanya tepi
lateral kerapas menutupi kedua sisi cephalothorax (Gambar 10.1).
Pada kepala crustacea mulai dari anterior sampai ke posterior
terdapat sepasang antena pertama (antennule), sepasang antena kedua
(antenna), sepasang mandibel mengapit mulut atau menutup bagian ventral
mulut, sepasang maxilla pertama dan sepasang maxilla kedua. Bentuk
mandibel pendek dan tebal berfungsi untuk menggiling atau menggigit,
maxilla pertama dan kedua untuk membantu proses makan (Gambar
10.1C).
Gambar 10.1 A. Morfologi umum tubuh Crustacea, B. Ekor Malacostraca (Tampak
ventral) memperlihatkan anus pada telson (Barnes, 1994).
78
Gambar 10.1 C. Apendik-apendik pada udang karang memperlihatkan adanya pembagian kerja yang jelas (Buchsbaum, 1948)
Tubuh crustacea dilapisi kultikula dan biasanya mengandung zat kapur. Baik pada epikutikula maupun protikula terdapat endapan garam-garam kalsium. Protikula terdiri atas 3 lapisan. Lapisan terluar tipis, mengandung pigmen dan kapur, lapisan kedua tebal berisi khitin yang tidak berwarna dan kapur, lapisan terdalam tipis, tidak berwarna dan tanpa kapur. Pada beberapa jenis Crustacea molting berhenti setelah dewasa, namun ada yang berlangsung seumur hidup. Misalnya pada beberapa jenis kepiting, molting dan pertumbuhan berhenti setelah dewasa. Pada teritip dan udang karang, molting dan pertumbuhan berlangsung seumur hidup, hanya jarak waktu molting lebih lama, sehingga hewan demikian makin tua makin besar.
79
C. Sistem Reproduksi Subfilum Crustacea
Kebanyakan crustacea dioecious, kecuali kelas Cirripedia dan
beberapa kelompok lain bersifat hermaprodit. Gonad biasanya panjang dan
sepasang, terletak di bagian dorsal thorax atau abdomen atau keduakeduanya.
Umumnya terjadi perkawinan (kopulasi), individu jantan
biasanya mempunyai apendix yang mengalami modifikasi untuk memegang
betina. Untuk Cirripedia, terjadi pembuahan silang dengan tetangga dimana
penis termodifikasi. Pembuahannya terjadi di dalam tubuh (Gambar 10.2).
(A)
(B)
Gambar 10.2. Perkawinan; A. Kepiting (Hemigrapsus sexdentatus), B. Balanus
(Barnes, 1994).
Crustacea biasanya mengerami telurnya pada appendix tertentu
(Gambar 10.3), pada kantong pengeraman di dalam atau di luar, setelah
dierami telur menetas menjadi larva nauplius. Mulai dari nauplius 1 sampai
nauplius 6, kemudian menjadi larva zoa yaitu zoa 1 sampai zoa 3, tahap
selanjutnya adalah fase mysis yaitu mysis 1 sampai mysis 3 dan kemudian
memasuki fase post larva (Gambar 10.4). Setiap pergantian fase tersebut
disertai dengan pergantian kulit.
(A) (B)
Gambar 10.3.A. Udang jantan (Panulirus sp) menyimpan sperma (putih) pada
kotak sperma betina, B. pada musim berikutnya betina membuahi
telur (jingga) dengan menggunakan sperma pada kotak sperma. Foto
oleh Robert Perry.
80
(A)
(C)
(B)
(D)
Gambar 10.4 Larva Crustacea; A. Nauplius, B. Zoa, C. Mysis dan D. Post
larva(Barnes, 1994).
D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Crustacea
Cara makan dari crustacea beraneka ragam misalnya filter feeder,
pemakan bangkai (scavenger), herbivora, karnivora atau parasit. Filter
feeder (penyaring makanan) mendapatkan makanan dengan cara
menyaring plankton, detritus dan bakteri menggunakan setae bukan cilia
Cara makan dengan menyaring menyebabkan beberapa pasang apendix
atau mandible dan antena dalam evolusinya mengalami modifikasi sesuai
dengan fungsinya. Crustacea pemakan bangkai, herbivora atau karnivora
mempunyai apendix thorax yang berfungsi untuk mencengkram atau
mengambil makanan serta mandibula dan mendibel yang berfungsi untuk
memegang, menggigit dan menggiling makanan (Gambar 10.5).
81
Gambar 10.5 A-C Crustacea filter feeder, D. Crustacea karnivora (Barnes, 1994).
E. Klasifikasi Subfilum Crustacea
Crustacea terdiri atas 10 kelas, yaitu : Remipedia, Cephalocarida,
Branchiopoda, Ostracoda, Copepoda, Mystacocarida, Tantulocarida,
Branchiura, Cirripedia dan Malacostraca.
1. Remipedia; kelompok kecil Crustacea dengan 20 jenis yang hidup,
ditemukan dalam gua laut di Atlantik Utara dan Caribia (Yager, 1981).
terdiri dari kepala dan tubuh memanjang yang menyerupai Polychaeta
(Gambar 10.6 A).
(A)
(B)
Gambar 10.6 A. Jenis Remipedia yang masih hidup;Speleonectes tanumekes
Koenemann et al., 2003; photo courtesy of Thomas Iliffe, B.
Cephalocarida (Barnes, 1994).
82
2. Cephalocarida; bentuk tubuh seperti udang kecil (Gambar 10.6 B),
panjang kurang dari 4 mm, merupakan pemakan detritus, sebagai
bentos laut, telah ditemukan 10 jenis yang termasuk dalam 5 marga
yaitu; Chiltoniella, Hampsonellus, Hutchinsoniella, Lightiella, dan
Sandersiella.
3. Branchiopoda; Crustacea kecil ukurannya 250 mikron terbesar 10 cm.
Bentuk apendix badan yang lebar dan pipih berfungsi sebagai insang,
menyaring makanan dan alat renang olehnya dinamakan branchiopoda.
Tidak mempunyai cephalothorax artinya tidak ada ruas badan yang
tubuh menyatu dengan kepala. Secara morfologis ruas badan sama.
Ruas-ruas di anterior gonopone adalah thorax dan yang diposteriornya
adalah abdomen. (Brusca, 1990). Dibagi menjadi 4 bangsa yaitu
Anostraca, Notostraca, Chonchostraca dan Cladocera (Gambar 10.7)
Gambar 10.7. A. Anostraca, B. Notostraca, C. Chonchostraca, D. Cladocera
(Barnes, 1994).
(C)
(B) (D)
83
4. Ostracoda; Ukurannya kecil (1 mm – 2 mm) bentuk tubuh lonjong dan bulat. Seluruh tubuh ditutupi kerapas yang berbentuk keping cangkang dan mengandung zat kapur dan keras. Bentuk tubuh tampak jelas. Terdapat 6 atau 7 pasang apendix yang beruas-ruas yaitu antena pertama, antena kedua, mendibel, maxila pertama, maxila kedua, apendik thorax dan caudal furca (Gambar 10.8). Dibagi menjadi 4 bangsa yaitu Myodocopida, Cladocopida, Podocopida dan Platycopida (Suwignyo dkk, 2005).
Gambar 10.8 Anatomi Ostracoda; A. Sclerocypris (Podocopida), B. Thaumatoconcha (Myo-docopida) (Barnes, 1994).
84
5. Copepoda; bentuknya silindris, pendek, kepala agak membulat mempunyai 7 ruas thorax, 3-5 ruas abdomen. Copepoda mempunyai sebuah mata nataplius median (di tengah) yang terdiri atas 3 buah ocelli yaitu 2 lateral dan sebuah median (Hegner, 1968). Pada kepala terdapat sepasang antena pertama yang uniramus panjang dan tampak jelas, sepasang antena kedua, mandibel, maxila pertama dan maxila kedua. Pada ruas thorax yang menyatu dengan kepala terdapat sepasang maksiliped dan masing-masing dari empat atau lima ruas thorax berikutnya terdapat sepasang kaki renang yang biramus, pada ruas thorax yang terakhir terdapat sepasang kaki renang yang mengecil (Gambar 10.9). Terdiri atas 10 bangsa; Platycopioida, Calanoida, Misophrioida, Cyclopoida, Gelyelloida, Marmonilloida, Harpacticoida, Monstrilloida, Siphonostomatoida, dan Poecilostomatoida.
Gambar 10.9. A.Morfologi umum Copepoda, B. Arah panah menunjukkan letak artikulsi antara metasome dengan urosome pada 3 bangsa, dan tanda kurung menunjukkan penyatuan ruas (Kaestner, 1970)
6. Mystacocarida; merupakan penghuni daerah interstisial laut, yaitu diantara butir-butir pasir daerah pasang surut. Bentuk tubuh mirip copepoda, panjang dan silindris, tidak berpigmen, ukuran kurang dari 1 mm. Apendix kepala besar dan berfungsi sebagai alat gerak, di ujung telson terdapat sepasang furca, tidak ada cephalothorax (Gambar 10.10.C), terdapat 13 jenis, delapan jenis pada marga Derocheilocaris dan lima jenis pada marga Ctenocheilocaris, semua termasuk dalam bangsa Derocheilocarida (Suwignyo dkk, 2005).
85
Gambar 10.10. Tantulocarida; A. Anatomi, B. Inang pada Copepoda, C. Morfologi Mystacocarida (Barnes, 1994).
7. Tantulocarida; ektoparasit pada Crustacea laut dalam, terdapat kepala pada juvenil namun setelah dewasa, kepala menyatu ditandai dengan tidak adanya ruas pada thorax (Gambar 10.10). Terbagi atas empat bangsa; Basipodellidae, Deoterthridae, Doryphallophoridae dan Microdajidae (Boxshall and Lincoln, 1983).
8. Branchiura; bentuk tubuh bundar sampai lonjong, pipih doirsoventral, ukurannya kurang dari 3 cm. Mandibel mengalami modifikasi menjadi alat penusuk untuk menghisap darah mangsa (Gambar 10.11A). Bentuk kerapas bundar dan pipih melebar ke arah lateral dan posterior menutup cephalothorax. Maxila menjadi alat penghisap, apendix thorax sebagai alat renang. Apendix abdomen tidak ada. Terdapat 150 jenis semuanya dalam satu bangsa Arguloida (Hegner, 1968).
9. Cirripedia; dewasa bertangkai atau tidak, menempel pada substrat atau sebagai parasit, menempel dengan perekat pada antena pertama, karapas menjadi mantel yang menyelubungi tubuh, biasanya tertutup beberapa keping cangkang kapur (Gambar 10.11). Terdiri atas empat bangsa yaitu; Thoracica, Acrothoracica, Ascothoracica dan Rhizocephala (C)
86
Gambar 10.11. Morfologi A. Branchiura, B. Cirripedia (Balanus), C. Cirripedia (Lepas) (Barnes, 1994)
10. Malacostraca; ruas tubuh tampak jelas, terbagi atas 5 ruas kepala, 8 ruas thorax dan 6-8 ruas abdomen, apendik biramus, gonopore betina pada ruas thorax ke 6 dan jantan pada ruas ke-8, ditambah telson. Terdiri atas 5 superbangsa; Phyllocarida hanya satu bangsa Leptostraca, Hoplocarida hanya satu bangsa Stomatopoda, Syncarida terdiri atas 3 bangsa; Anaspidacea, Bathynellacea dan Stygocaridacea, Peracarida terdiri atas 5 bangsa; Mysidacea, Cumacea, Tanaidacea, Isopoda dan Amphipoda, dan Eucarida terdiri atas 2 bangsa; Euphasiacea dan Decapoda (Suwignyo dkk, 2005).
F. Peranan Hewan Subfilum Crustacea
Bagi sumber daya manusia sebagian jenis Crustacea merupakan sumber makanan yang bergizi seperti udang, kepiting, rebon, kemudian dapat dijadikan hiasan dinding seperti pada udang lobster, sebagai campuran bahan industri seperti terasi.
(A)
87
BAB III. Penutup
Besarnya peranan Crustacea bagi sumber daya perairan karena mendominasi perairan. Copepoda, krill dan rebon sebagai zooplankton laut mempunyai kedudukan sangat penting dalam rantai makanan di laut sebagai penghubung antara fitoplankton dengan predator. Tetapi hewan ini juga ada mengganggu seperti teritip, dapat mengotori lunas kapal, pelampung dan tiang di laut. Sehingga mengurangi kecepatan kapal sampai 30%. Beberapa kelas sebagai inang perantara berbagai macam penyakit, isopoda pengebor kayu atau parasit pada ikan dan udang.
Quis : Tuliskan minimal 5 perbedaan antara Subfilum Chelicerata dengan Crustacea.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders College Publishing. USA.
Boxshall, G.A., and Lincoln, R.J. 1983. Tantulocarida, a new class of Crustacea ectoparasitic on other Crustaceans. J. Crust. Biol. 3(1):1-16.
Brusca. R.C. and G.J. Brusca., 1990. Invertebrates Sinauer Associates. Inc Publisher, Sunderland. Massachm Setts. Hal 595-666
Buchsbaum, R. 1984. Animals Without Backbones. Revised edition. The University of Chicago Press. Chicago.
Hegner. W.R. 1968. Invertebrates Zoology. Second Edition. Mac Millan Publishing. C.o.Mc. hal 396-443.
Kaestner, A. 1970. Invertebrate Zoology. Vol 3. Crustacea. Wiley-Interscience, New York. 523 pp.
Koenemann, S., Iliffe, T.M. & van der Ham, J. 2003. Three new species of remipede crustaceans (Speleonectidae) from Great Exuma, Bahamas Islands. Contributions to Zoology 72 (4): 227-252.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta
Yager, J. 1981. A new class of Crustacea from a marine cave in the Bahamas. J. Crust. Biol. 1: 328-333.
88
BAB 12 Bahan Pembelajaran 11
JUDUL : FILUM ECHINODERMATA
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Filum Echinodermata adalah hewan yang tubuhnya berduri antara lain lilia laut, bintang laut, bintang mengular, bulu babi dan teripang. Umumnya berukuran besar, yang terkecil berdiameter 1 cm.
B. Ruang Lingkup Isi
1. Pengertian Filum Echinodermata
2. Morfologi Tubuh Filum Echinodermata
3. Sistem Reproduksi Filum Echinodermata
4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Echinodermata
5. Klasifikasi Filum Echinodermata
6. Peranan Hewan Filum Echinodermata
C. Kaitan Modul
Modul ini adalah modul kesebelas dari modul avertebrata laut
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Pengertian Filum Echinodermata
2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Filum Echinodermata
3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Filum Echinodermata
4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Echinodermata
5. Menjelaskan Klasifikasi Filum Echinodermata
6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Echinodermata
BAB II. Pembahasan
A. Pengertian Filum Echinodermata
Echinodermata berasal dari bahasa Yunani yaitu echinos berarti landak, derma berarti kulit. Jadi Echinodermata berarti hewan yang kulitnya berduri-duri.
89
B. Morfologi Tubuh Filum Echinodermata
Bentuk tubuh Echinodermata sangat khas. Bentuk tubuh simetri
radial 5 penjuru. Pada waktu larva bentuk tubuh simetri bilateral dan hidup
sebagai plankton, tetapi pada akhir stadium larva mengalami metamorfosa
menjadi simetri radial, tidak mempunyai kepala, tubuh tersusun dalam
sumbu oval aboral. Tubuh tertutup epidermis tipis yang menyelubungi
rangka mesodermal. Rangka di dalam terdiri atas ossicle atau pelat-pelat
kapur yang dapat digerakkan atau tidak dapat digerakkan.
Permukaan tubuh terbagi menjadi 5 bagian yang simetris terdiri atas
daerah ambukra (tempat menjulurnya kaki tabung) dan daerah
interambulakra (interradii) yang tidak ada kaki tabungnya (Gambar 11.1).
Rongga tubuh (coelem) luas dan dilapisi peritoneum bercilia dalam
perkembangannya sebagian tubuh menjadi sistem pembuluh air suatu
organ yang tidak terdapat pada avertebrata lainnya (Gambar 11.1C).
A
B
Gambar 11.1 Bulu babi, Arbacia punctulata. A. Tampak oral; B. Tampak aboral;
C.Potongan melintang lengan bintang laut (Buchsbaum, 1948)
Sistem pembuluh air terdiri atas madreporit, saluran batu (stone
canal),saluran cincin (ring canal), saluran radial (radial canal), saluran
lateral (lateral canal), ampula dan kaki tabung (podia) (Gambar 11.2A).
(C)
90
Gambar 11.2. A. Diagram sistem pembuluh air pada bintang laut; B. pergerakan
kaki tabung (Barnes, 1994).
Sistem air ini berfungsi untuk menggerakkan kaki tabung (tube feet)
dengan cara mengatur masuk dan keluarnya air laut melalui madeporit.
Kontraksi ampula mengatur volume air dalam kaki tabung, berarti mengatur
gerak kaki tabung. Kaki tabung berfungsi untuk merayap (Gambar 11.2B),
berpegang pada substrat, memegang mangsa atau membantu pertukaran
gas O2 dan CO2.
C. Sistem Reproduksi Filum Echinodermata
Echinodermata termasuk hewan yang dioecious, hanya pada
holothuroid terdapat hermaprodit protandri. Reproduksi aseksual dapat
dilakukan kecuali pada echinoidea.
Gonad crinoidea terletak pada pangkal beberapa pinnule atau
pangkal tangan. Pembuahan di air laut atau dierami, dioecious . Larvanya
disebut vitellaria (Gambar 11.3A) yang tidak makan, berenang bebas untuk
beberapa hari selanjutnya turun dan melekat dan menjalani proses
metamorfosa menjadi bentuk larva bertangkai yang kecil disebut larva
pentacrinoid.
Beberapa jenis asteroidea melakukan reproduksi dengan cara
asexsual (pembelahan) yang disebut fissiparity artinya membelah dengan
jalan fission. Diawali dengan penyekatan pisin pusat menjadi 2 bagian
kemudian memisah dan masing-masing potongan melengkapi bagian
tubuhnya. Ada juga secara sexual dioecious, mempunyai 5 pasang gonad
pada tiap tangannya. Telur dan sperma dilepas ke air, pembuahan di luar, 2
hari kemudian menjadi blastula yang berenang bebas dan masih simetri
Podia
(A) (B)
91
bilateral, gastrula dan larva bipinnaria (Gambar 11.3B), enam atau tujuh minggu kemudian post larva brachiolaria (Gambar 11.3C) turun ke substrat dan mengalami metamorfora menjadi bentuk simetri radial seperti yang dewasa.
Untuk kelas ophiuroidea juga dioecius, pembuahan di luar, menghasilkan larva ophiopluteus (Gambar 11.3D )yang berenang bebas dan simetri bilateral. Beberapa hari kemudian mengalami metamorfosa menjadi simetri radial. Beberapa jenis mempunyai kantung pengeraman dan larvanya tidak mengalami stadia berenang bebas.
Beberapa jenis echinoidea irregular mengerami telurnya. Telur menetas menjadi larva echinopluteus yang simetri bilateral (Gambar 11.3E), udah mulai makan, hidup sebagai plankton untuk beberapa bulan, kemudian turun ke substrat dan mengalami metamorfora menjadi bentuk simetri radial, berukuran sekitar 1 mm dan hidup sebagai benthos.
Kebanyakan holothuroid dioecious, beberapa hermaprodit protandri. Gonad hanya sebuah berbentuk seperti seikat pembuluh yang sederhana atau bercabang dan menyatu di bagian pangkalnya menjadi gonaduct yang berhubungan dengan gonopore di pangkal tentakel. Kecuali jenis yang mengerami telur, pembuahan terjadi di air laut. Telur menetas menjadi larva auricularia (Gambar 11.3F), kemudian larva doliolaria. Selanjutnya larva mengalami metamorfosa dan turun ke substrat menjadi timun laut muda. Holothuroid mempunyai daya regenerasi yang besar. Jenis tertentu jika dipotong menjadi dua bagian maka tiap bagian akan melakukan regenerasi untuk melengkapi bagian tubuhnya. Ada pula cara lain dengan melakukan eviserasi, yaitu pelepasan salah satu atau kedua pohon pernapasan, usus atau gonad atau semuanya melalui sobekan cloaca. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan diri dan kemudian melakukan regenerasi untuk mengganti bagian yang hilang.
92
Gambar 11.3. Bentuk-bentuk larva Echinodermata; A. Vitellaria, B. Bipinnaria,
C. Brachiolaria, D. Ophiopluteus, E. Echinopluteus, F. Auricularia
(Barnes, 1994)
D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Echinodermata
Kebiasaan makan dari filum Echinodermata juga berbeda
berdasarkan jenisnya. Untuk kelas asteroidea termasuk karnivora dan
memangsa berbagai avertebrata lain, polip coelenterata dan ikan, bahkan
ada yang makan bangkai.
Ophiuroidea aktif pada malam hari, merupakan suspension feeder
beberapa sebagai filter feeder atau deposit feeder dan scavenger.
Makanan terdiri atas detritus, hewan kecil yang hidup maupun yang sudah
mati, dan crustacea kecil.
Kebanyakan jenis echinoidea herbivora, aktif pada malam hari,
dilengkapi lima gigi tajam dan kuat untuk mengunyah, sedikit tersembul
keluar disebut Lentera Aristoteles. Makanannya adalah ganggang, lamun,
hewan sessile, bangkai dan detritus. Jenis echinoid yang irregular
merupakan deposit feeder dengan memanfaatkan bahan organik yang
terdapat dalam lubang tempat tinggalnya (Gambar 11.4A)
Gambar 11.4. A. Echinoidea yang irregular dalam sedimen, B. Holothuroidea
mengeluarkan tentakel untuk makan, C. Holothuroidea yang deposit
feeder (Barnes, 1994).
(A) (B)
(C)
93
Holothuroidea merayap lambat sekali, aktif di malam hari, berkeliaran mencari makan. Makanannya berupa bahan organik yang terdapat dalam sampah substrat atau plankton yang melekat pada lendir tentakel.
Mulut crinoidea terletak di tengah bagian oral dan dikelilingi oleh tangan-tangan. Makanan berupa plankton dan detritus yang melekat pada lender yang dihasilkan oleh kaki tabung bersilia pada lekuk ambulacra. Butir-butir makanan dialirkan melalui lekuk ambulacra ke mulut, selanjutnya ke saluran pencernaan.
E. Klasifikasi Filum Echinodermata
1. Kelas Asteroidea; pentamerous, bergerak bebas, tangan 5 buah atau kelipatan 5 dan tampak jelas, 5 bangsa yaitu: Platysterida, Paxillosida, Valvatida, Spinulosida, dan Forcipulatida (Gambar 11.5C)
2. Kelas Ophiuroidea; tubuh pipih, berenang bebas, tangan 5 buah, panjang dan ramping, mulut dan madreporit di bagian oral, tidak mempunyai anus, 3 bangsa yaitu: Oegophiurida, Phrynophiurida dan ophiurida (Gambar 11.5D)
3. Kelas Echinoidea; biasa dikenal dengan sebutan bulu babi, rangka bulat dan keras seperti tempurung atau bundar dan pipih seperti uang logam, tidak mempunyai tangan, duri dapat digerakkan, kaki tabung langsing dan mempunyai alat penghisap, mulut di bagian oral menghadap ke bawah, anus dan madreporit di aboral, 8 bangsa yaitu: Cidaroida, Echinothuroidea, Diadematoida, Salenioida, Arbacioida, Echinoida, Clypeasteroida dan Spatangoida (Gambar 11.5E).
4. Kelas Holothuroida; dikenal dengan nama timun laut, tubuh bulat panjang, dinding tubuh tipis sampai tebal, tidak mempunyai tangan, duri-duri maupun pedicellaria, mulu anterior dikelilingi tentakel retraktil, anus posterior, 6 bangsa yaitu: Dactylochirota, Aspidochirota, Elasipoda, Dendrochirota, Molpadiida, dan Apodida (Gambar 11.5F)
5. Kelas Crinoidea; dikenal dengan nama lily laut, mulut dan anus di bagian oral menghadap ke atas,tubuh terdiri atas calyx dikelilingi tangan-tangan panjang, menempel dengan tangkai atau berenang bebas (Gambar 11.5 A-B)
94
(C)
(D)
(E)
(F)
Gambar 11.5. A. Crinoidea menempel dengan tangkai, B. Crinoidea berenang
bebas, C.Asteroidea, D. Ophiuroidea, E. Echinoidea, F.
Holothuroida (Barnes, 1994).
F. Peranan Hewan Filum Echinodermata
Semua jenis Echinodermata hidup di laut, mulai dari daerah litoral
sampai kedalaman 6.000 m. Beberapa jenis holothuroidea diperdagangkan
sebagai teripang kering. Dijadikan sebagai obat anti biotik dari jenis
asteroidea dan sebagai hiasan akuarium dari jenis crinoidea.
BAB III. Penutup
Echinodermata merupakan satu-satunya filum dalam kerajaan
Animalia yang anggotanya tidak ada yang hidup sebagai parasit. Beberapa
hidup komensal atau merupakan inang bagi hewan lain atau sebagai
tempat berlindung.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders
College Publishing. USA.
Buchsbaum, R. 1948. Animal Without Backbones. Revised edition. The University
of Chicago Press. Chicago.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air
Jilid 2. Penebar Swadaya. Jakarta
95
BAB 13 Bahan Pembelajaran 12
JUDUL : FILUM BRYOZOA, BRACHIOPODA DAN ENTOPROCTA
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Tiga phyla ini dikelompokkan dalam satu kelompok pembahasan karena memiliki persamaan yaitu menggunakan organ Lophophore dalam proses mencari makan. Lophophore ialah lipatan dinding tubuh atau calyx yang mengelilingi mulut, dan mengandung tentakel bercilia.
B. Ruang Lingkup Isi
1. Pengertian Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
2. Morfologi Tubuh Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
3. Sistem Reproduksi Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
5. Klasifikasi Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
6. Peranan Hewan Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
C. Kaitan Modul
Modul ini adalah modul keduabelas dari modul avertebrata laut
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Pengertian Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
2. Menjelaskan Morfologi Tubuh Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
3. Menjelaskan Sistem Reproduksi Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
4. Menjelaskan Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
5. Menjelaskan Klasifikasi Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
6. Menjelaskan Peranan Hewan Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
96
BAB II. Pembahasan
A. Pengertian Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
Bryozoa berasal dari bahasa Yunani, bryon berarti lumut dan zoon berarti hewan. Dahulu disangka tumbuhan. Bryozoa merupakan koloni dari hewan keci-kecil seperti hamparan lumut berbulu, menempel pada batu, benda atau tumbuhan air di perairan dangkal yang subur dan jernih.
Brachiopoda berasal dari bahasa Yunani, brachium berarti lengan dan poda berarti kaki. Sepintas lalu bentuk Brachiopoda seperti kerang pelecypoda. Dikenal dengan nama lamp shells atau kerang lampu.
Entoprocta berasal dari bahasa Yunani, proktos berarti anus dan ento berarti sisi dalam. Termasuk dalam seksi Pseudocoelomata. Pseudocoel berisi parenkim seperti agar yang terdiri atas sel yang menetap dan sel yang bergerak bebas.
B. Morfologi Tubuh Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
Kecuali beberapa jenis, Bryozoa adalah hewan yang berkoloni dan sessile. Beberapa jenis berbentuk seperti polip hydrozoa (Gambar 12.1). Tiap individu terbungkus dalam zooecium, yaitu selubung benda mati dari khitin
Gambar 12.1 A. Potongan Zooid Plumatella, B. Koloni Bryozoa (Barnes, 1994).
Brachiopoda dinamakan kerang lampu karena secara morfologi memiliki 2 keping cangkang serta mempunyai tangkai. Sepintas lalu seperti pelecypoda, namun cangkang Brachiopoda terdiri atas keping dorsal yang lebih kecil daripada keping ventral (Gambar 12.2)
97
Gambar 12.2 Bentuk tubuh Brachiopoda; A. Laqueus kelas Articulata, B. Glottidia kelas Inarticulata, C. Lingula (Inarticulata), D. Hemithyris (Articulata), E. Discinisca (Inarticulata) (Barnes, 1994)
Bentuk Entoprocta seperti polip Coelenterata, bertangkai dan menempel pada benda atau pada organisme air di pantai laut dangkal. Bentuk tubuh seperti mangkuk dan bagian tepinya dikelilingi tentakel bercilia atau lophophore. Di dalam lingkaran tentakel terdapat mulut dan anus.
C. Sistem Reproduksi Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
Reproduksi Bryozoa secara seksual dan aseksual. Semua Bryozoa air tawar dan kebanyakan Bryozoa air laut adalah hermaprodit. Telur dan sperma dihasilkan secara bergantian, adakalanya protandri. Pada jenis dioecious, zooid jantan dan betina terdapat dalam satu koloni. Gonoduct tidak ada, telur dan sperma berhamburan dalam coelom atau dilepas di air. Beberapa jenis laut mengerami telurnya (Suwignyo dkk, 2005).
Reproduksi Brachiopoda secara seksual, umumnya dioecious, gonad berupa 4 buah kelompok gamet yang dihasilkan dalam peritoneum. Kecuali yang dierami, gamet dilepas ke air melalui nephridia. Pembuahan di luar, telur menetas menjadi larva yang berenang bebas (Suwignyo dkk, 2005).
Reproduksi Entoprocta secara aseksual dengan pertunasan (budding), pada jenis soliter tumbuh dari calyx, dan pada jenis koloni dari stolon. Kebanyakan Entoprocta hermaprodit, telur dibuahi dalam ovary dan dierami pada rongga pengeraman di dalam calyx. Telur menetas menjadi larva trochophore yang berenang bebas untuk beberapa saat, kemudian
98
turun dan menempel pada substrat, serta bermetamorfosa menjadi bentuk seperti dewasa (Suwignyo dkk, 2005).
D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
Kelompok filum ini dalam proses mencari makan menggunakan organ berongga yang memiliki tentakel yang disebut “Lophophore”. Sebagai filter feeder, memakan plankton kecil seperti diatom dan protozoa serta partikel-partikel organik (Gambar 12.3).
Gambar 12.3 Pergerakan dan pencarian sumber makanan (Barnes, 1994)
E. Klasifikasi Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta (Suwignyo dkk, 2005) :
1. Bryozoa; dibagi menjadi 3 kelas yaitu : Phylactolaemata hanya satu bangsa Plumatellina, Kelas Gymnolaemata dengan 2 bangsa; Ctenostomata dan Cheilostomata, Kelas Stenolaemata dengan 4 bangsa; Cyclostomata (belum punah), Cystoporata, Stomatopora dan Cryptostomata (telah punah).
2. Brachiopoda; dibagi menjadi dua kelas atas dasar pertautan kedua keping cangkang, yaitu : Inarticulata dimana bentuk, ukuran kedua keping cangkang hampir sama, tidak mempunyai engsel atau hinge, kedua keping cangkang dihubungkan dengan otot, dan Articulata
99
dimana bentuk ukuran kedua cangkang tidak sama kedua keping cangkang dihubungkan oleh otot dan engsel atau hinge pada bagian posterior. Inarticulata terbagi atas 2 bangsa; Lingulida dan Acrotretida, Articulata terbagi atas 3 bangsa; Rhynchonellida, Terebratulida, dan Thecideidina.
3. Entoprocta; hanya satu kelas dan satu bangsa yang terbagi atas 3 keluarga; Loxosomatidae, Pedicellinidae dan Urnatellidae.
F. Peranan Hewan Filum Bryozoa, Brachiopoda dan Entoprocta
Beberapa jenis lophophorata merupakan makanan bagi turbelaria, siput, oligochaeta dan ikan kecil. Akan tetapi banyak juga yang hidup epifit dan oleh manusia dianggap sebagai penggangu, karena menempel pada dinding kapal yang terendam air.
BAB III. Penutup
Banyak jenis mempunyai periode geologis yang pendek, namun penyebaran geografisnya luas. Jenis tersebut berguna sebagai petunjuk lapisan geologis untuk mempelajari batuan-batuan dalam uji pengeboran untuk mencari minyak.
Quis : apa persamaan dari ketiga filum ini?
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders College Publishing. USA.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta.
100
BAB 14 Bahan Pembelajaran 13
JUDUL : FILUM CHORDATA SUBFILUM UROCHORDATA
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Urochordata termasuk kelompok avertebrata karena tidak mempunyai tulang belakang. Namun memiliki ciri khas Chordata pada satu saat dalam daur hidupnya.
B. Ruang Lingkup Isi
1. Pengertian Subfilum Urochordata
2. Morfologi Tubuh Subfilum Urochordata
3. Sistem Reproduksi Subfilum Urochordata
4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Urochordata
5. Klasifikasi Subfilum Urochordata
6. Peranan Hewan Subfilum Urochordata
C. Kaitan Modul
Modul ini adalah modul kesebelas dari modul avertebrata laut
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Pengertian Subfilum Urochordata
2. Morfologi Tubuh Subfilum Urochordata
3. Sistem Reproduksi Subfilum Urochordata
4. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Urochordata
5. Klasifikasi Subfilum Urochordata
6. Peranan Hewan Subfilum Urochordata
BAB II. Pembahasan
A. Pengertian Subfilum Urochordata
Urochordata merupakan vertebrata yang tidak memiiki tulang belakang sehingga dikelompokkan dalam avertebrata.
101
B. Morfologi Tubuh Subfilum Urochordata
Kebanyakan Urochordata berbentuk seperti kantung kecil dan hidup
berkoloni. Individu yang satu dihubungkan dengan stolon. Namun adapula
yang berukuran besar dengan diameter sampai 30 mm dan hidup soliter.
(Gambar 13.1) Tubuh tertutup lapisan epitel. Di luar lapisan epitel masih
ada lagi pembungkus yang disebut mantel atau tunic. Tunic merupakan ciri
khas ascidian, sehingga dinamakan tunica.
(A)
(B)
Gambar 13.1 Urochordata; A. Soliter, B. Koloni (Barnes, 1994)
C. Sistem Reproduksi Subfilum Urochordata
Reproduksi aseksual terbentuk dengan jalan pertunasan (budding).
Tunas disebut blastozooid, terbentuk pada tempat yang berbeda-beda
tergantung jenisnya. Tunas pada Perophora terbentuk dari stolon, pada
Diazona tunas terbentuk pada daerah abdomen (Gambar 13.2 A-B).
Reproduksi seksual Urochordata umumnya hermaprodit, sedangkan
aseksual dengan melakukan pertunasan. Jenis soliter biasanya mempunyai
telur kecil dengan sedikit kuning telur, dikeluarkan melalui sifon bersama
air. Pembuahan di laut, perkembangan embrio terjadi di air. Sedangkan
jenis koloni biasanya mempunyai telur lebih banyak dan telut dierami dalam
atrium (Gambar 13.2 C-D). Telur menetas menjadi larva appendicularia
atau dikenal dengan sebutan tadpole larva karena bentuknya mirip berudu
katak (Gambar 13.3). Mulut yang nantinya menjadi sifon air masuk terletak
di dasar pada bagian anterior, tetapi belum terbuka. Ekor di posterior
berfungsi sebagai alat renang. Setelah beberapa menit sampai beberapa
hari hidup sebagai plankton, larva akan menempel di dasar pada bagian
anteriornya dengan papila perekat. Selanjutnya terjadi metamorfosa dan
ujung yang bebas terbentuk sifon air masuk dan sifon air keluar (Suwignyo
dkk, 2005).
102
Gambar 13.2. A-B Aseksual, C. Seksual (Koloni), D. Seksual (Soliter) (Barnes,
1994)
Gambar 13.3 Metamorfosa larva berudu Ascidian (Barnes, 1994)
D. Kebiasaan Makan dan Cara Makan Subfilum Urochordata
Beberapa jenis yang hidup di substrat lembut merupakan deposit
feeder, mengambil bahan organik dari sedimen di sekitarnya. Beberapa
jenis laut dalam bersifat karnivora, memakan binatang kecil-kecil seperti
nematode dan crustacean yang hidup di dasar. Asbsorbsi terjadi di dalam
usus sekaligus sebagai tempat penyimpanan glikogen.
(C) (D)
103
E. Klasifikasi Subfilum Urochordata
Urochordata dibagi dalam 4 kelas berdasarkan sifat hidupnya, yaitu (Barnes, 1994):
1. Kelas Ascidiacea; disebut juga seasquirt (penyemprot laut), hidup sessile, benthos, soliter dan koloni, terbagi atas 13 keluarga yaitu; Ascidia, Botryllus, Chelyosoma, Ciona, Clavelina, Corella, Diazona, Diplosoma, Lissoclinum, Molgula, Psammascidia, Pyura, dan Styela
2. Kelas Thaliacea; merupakan tunika pelagis, soliter dan koloni, terbagi atas 3 bangsa yaitu; Pyrosomida, Doliolida dan Salpida
3. Kelas Larvacea (Appendicularia); merupakan tunika plankton. Dinamakan larvacea karena yang dewasa tetap mempunyai beberapa ciri-ciri khas larva. Semua larvacea soliter. terbagi atas 3 keluarga yaitu; Fritillaria, Oikopleura, dan Stegasoma.
4. Kelas Sorberacea; hidup sebagai benthos, di laut yang dalam (abyssal), memiliki tali saraf dorsal pada tahap dewasa; karnivora, kantung branchial berlubang menghilang. Satu keluarga Octacnemus.
F. Peranan Hewan Subfilum Urochordata
Beberapa jenis merupakan hama bagi hewan lain, namun banyak juga sebagai sumber bahan obat-obatan.
BAB III. Penutup
Banyak jenis baru yang berguna bagi kehidupan manusia sehingga perlu perhatian yang lebih serius.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders College Publishing. USA.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Swadaya. Jakarta
104
DAFTAR PUSTAKA
Abbot, R. T. and P. Dance. 1992. Compendium of Seashells. Crawford House Press.Australia: 411pp.
Barnes, R.D. and Edward E.R. 1994. Invertebrate Zoology 6th Edition. Saunders College Publishing. USA.
Boxshall, G.A., and Lincoln, R.J. 1983. Tantulocarida, a new class of Crustacea ectoparasitic on other Crustaceans. J. Crust. Biol. 3(1):1-16.
Brusca. R.C. and G.J. Brusca., 1990. Invertebrates Sinauer Associates. Inc Publisher, Sunderland. Massachm Setts. Hal 595-666.
Buchsbaum, R. 1948. Animal Without Backbones. Revised edition. The University of Chicago Press. Chicago.
Dharma, B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells II). Wiesbaden,Hemmen. 135 pp.
Fox, R. 2001. Invertebrata Zoolegs. Leboratry Exercise. Hhtp/www.Lander edition/rsfor/310 porifera lab.
Hegner. W.R. 1968. Invertebrates Zoology. Second Edition. Mac Millan Publishing. C.o.Mc. hal 396-443.
http://gurungeblog.wordpress.com Akses tanggal 19 November 2010
Http://1.bp.blogspot.com Akses tanggal 03 September 2010
Kaestner, A. 1970. Invertebrate Zoology. Vol 3. Crustacea. Wiley-Interscience, New York. 523 pp.
Koenemann, S., Iliffe, T.M. & van der Ham, J. 2003. Three new species of remipede crustaceans (Speleonectidae) from Great Exuma, Bahamas Islands. Contributions to Zoology 72 (4): 227-252.
Mayunar, M. Eidman dan Sri Redjeki. 1997. Beberapa Aspek Biologi Mimi Bulan. Tachypleus gigas (Muller) yang Tertangkap di Perairan Teluk Banten. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia (1997) vol :V(1): 23-31.
Pechnik, J.A. 1991. Biology of The Invertebrates. Second Edition. Win C. Brown Publishers Dubuque. Hal 269-341.
Sherman, I.W. dan V.G. Sherman. 1970. The Invertebrates: Function and Form. A Laboratory Guide. The Macmillan Company. Gollier-Macmillan Ltd. London.
Simpson, G. G. 1961. Principles of Animal Taxonomy. Columbia University Press, New York.
105
Suripto, A. Bambang. 2007. Catatan Singkat Taksonomi Hewan Avertebrata. Lab. Taksonomi Hewan Fakultas Biologi UGM.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno. dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Swadaya. Jakarta.
Winston, J. E. 1999. Describing Species: Practical Taxonomic Procedure for Biologists. Columbia University Press, New York.
Yager, J. 1981. A new class of Crustacea from a marine cave in the Bahamas. J. Crust. Biol. 1: 328-333.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar